Dapat boncengan tetangga sampai stasiun Lenteng Agung, bukanlah rute yang biasa kulalui buat pergi ke kantor. Kali ini ingin mencicipi kereta ekonomi AC (KRL EAC) yang tarifnya 3 kali daripada tarif kereta ekonomi biasa. Selama 10 tahun belakangan, tidak banyak yang berubah dari pelayanan KRL jalur Manggarai-Bogor. Hanya lebih ketat dengan petugas sehingga lebih sedikit penerobos tanpa karcis, selebihnya masih sama. Papan informasi jadwal kereta masih minim. Dan pelayanan petugas loket pun masih standar. Saya menanyakan jadwal KRL EAC, dijawabnya dengan karcis bertarif Rp6 ribu. Kemudian saya masuk ke peron saat pengumuman bahwa kereta yang akan datang dari arah selatan adalah kereta ekonomi tujuan Jakarta bertarif Rp6 ribu.
Saya mengira KRL EAC lebih nyaman daripada kereta ekonomi biasa dari segi: ber-AC (sesuai namanya), gerbong berpintu yang dapat dibuka-tutup secara otomatis (pada ekonomi biasa, seringkali sudah tidak ada pintunya), tidak ada pedagang asongan berlalu lalang, longgar. Kenyataannya, karena saya menumpang pada jam sibuk, tidak ada kelonggaran di dalam gerbong. Berdesak-desakan sudah menjadi suatu kemestian pada kendaraan umum masal.
Interior gerbong terlihat jauh lebih bersih daripada gerbong kereta ekonomi biasa, ada beberapa titik menempatkan iklan. Penawaran dalam bahasa Indonesia dan bahasa Inggris untuk beriklan di kereta. Tetapi informasi yang justru sangat penting bagi penumpang -peta jalur dan titik stasiun- tidak ada sama sekali. Sepertinya KRL hanya untuk pelanggan lama yang biasa menempuhi jalur, sedangkan pelanggan baru dibiarkan kebingungan dan bertanya-tanya.
Informasi seperti ini juga tidak ada di dalam busway, tetapi busway memanfaatkan informasi melalui radio sehingga penumpang segera mengetahui nama tempat pemberhentian berikutnya, sedangkan KRL yang saya tumpangi tidak satupun menyediakan informasi tersebut. Namun, kehadiran KRL EAC ini telah menawarkan kenyamanan baru bagi pengguna kereta.