“Asumsi Bumi Berputar”
Komentar mas wiratno membuat saya berpikir ulang dan mencoba menjawabnya lebih sederhana. Pertanyaan itu tentang kemana kita jika berputar pada kecepatan tinggi? Di mana gravitasi ketika berlari? Adakah kaitan gempa dengan gravitasi? Pertanyaan saya lebih berkembang ketika menemukan metode bagaimana Galileo menyimpulkan bahwa bumi selain mengelilingi matahari juga berputar pada porosnya. Tampak pula oleh saya dari statistik bahwa tulisan ini cukup diminati banyak pengunjung, saya mencoba menulis bagian kedua dari tulisan sebelumnya.
Pernahkah Anda melihat bulan? Tahukah Anda bahwa wajah bulan yang terlihat dari bumi seperti bayangan kelinci? Bahkan dalam folklore Jepang terdapat dongeng tentang kelinci bulan yang membuat kue moci. 🙂 Namun seberapa banyak orang awam yang menyadari bahwa wajah bulan selalu nampak sama setiap hari. Menurut sains, gaya tidal antara Bumi dan Bulan memperlambat perputaran bulan pada porosnya sehingga sisi yang sama akan selalu menghadap ke bumi. Sedangkan sisi lainnya hampir tidak mungkin terlihat dari Bumi (hanya 18% saja dapat terlihat pada kondisi tertentu), sisi tersebut sering dikenal sebagai “the far side of the moon“. Sebab lainnya menurut sains adalah bahwa selain mengelilingi bumi, bulan juga berotasi pada porosnya dengan kelajuan yang hampir sama.
Ketika Galileo mempertentangkan konsep geosentris dan memperkuat konsep heliosentris, salah seorang muridnya bertanya: “Apabila bumi yang mengelilingi matahari, maka akan hanya ada satu sisi bumi yang menghadap matahari. Lalu bagaimana Anda menjelaskan pergantian malam dan siang?”
Menurut saya, inilah pertanyaan yang sangat cerdas, yang telah membuat Galileo yang juga diikuti para ilmuwan berotak cemerlang membuat asumsi bahwa bumi “harus” berputar pada porosnya untuk menjelaskan pergantian malam dan siang (Lihat kembali tulisan saya).
Pertanyaan tersebut memberi saya petunjuk bahwa tidak perlu mengambinghitamkan gaya tidal untuk menjelaskan mengapa wajah bulan selalu nampak sama dari bumi. Apalagi sains juga berpendapat bahwa revolusi sekaligus rotasi bulan justru menyebabkan wajah bulan selalu nampak sama.
Sebagai satelit bumi, bulan “bertugas” mengelilingi bumi, begitu pula yang kita ketahui dengan satelit komunikasi yang ditempatkan pada orbit untuk menangkap dan memancarkan sinyal. Ketika telah mengorbit para satelit itu mengelilingi bumi dengan antenanya menghadap ke bumi sampai bahan bakarnya untuk tetap mengorbit habis kemudian jatuh kembali ke bumi. Lebih sederhana lagi adalah pesawat terbang komersial yang sedang mengangkasa yang terlihat dari bumi adalah bagian perutnya. Dengan demikian, sesuatu yang bergerak mengelilingi akan selalu menampakkan sisi yang sama. Oleh karenanya pertanyaan murid Galileo dengan sendirinya tidak akan terjawab dengan “asumsi bumi berputar” karena terus dipertanyakan orang hingga saat ini.
Lantas bagaimana Anda menjelaskan pergantian malam dan siang? Insya Allah pada tulisan berikutnya 🙂
[…] kita mau menerima kembali konteks matahari mengelilingi bumi ditambah pengetahuan bahwa bumi itu bulat dan tidak berputar pada porosnya. Dengan sendirinya […]
luckily earth is not tidally locked to the sun, kalo ga siangnya bisa sampe 1/2 tahun, begitu juga malamnya huehehe
Mercury is somehow tidally locked karena trlalu dekat dengan matahari.
bisakah dijelaskan mengapa bumi tidak terkunci secara tidal kepada matahari padahal planet-planet lain dikatakan selain berevolusi terhadap matahari mereka juga berotasi pada porosnya? begitu istimewakah bumi sehingga tidak mengikuti “aturan” alam 🙂
maaf bukannya siang dan malam memang karena rotasi bumi ya?
dan alasan kenapa wajah bulan selalu sama adalah karena waktu rotasinya sama dengan evolusinya, disebabkan tidal locking dari bumi yg memperlambat rotasinya ? sehingga ketika bulan menampakkan sisi lainnya dia dalam posisi bumi siang sehingga tidak terlihat.
saya akan menjelaskan Fenomena Malam dan Siang pada tulisan berikutnya 🙂
Alhamdulillah saya diberi kesempatan mengunjungi belahan dunia lain, dan ketika purnama ataupun bukan, wajah bulan yang saya lihat adalah serupa dengan yang saya lihat di Indonesia. Padahal antara Jakarta dan Toronto terpaut perbedaan waktu 12 jam (artinya kalau di Jakarta siang, di Toronto malam).
Lagipula kalau wajah bulan tidak sama, mana mungkin ada dongeng tentang kelinci bulan yang tersohor di Asia maupun Mexico padahal kedua tempat itu berada di belahan bumi yang berbeda? 😀