“ndilalah” adalah kosa kata basa Jawa yang memiliki pengertian adanya keterkaitan antara suatu kejadian dengan kejadian lain baik secara langsung maupun tidak langsung. Seringkali digunakan untuk menyatakan kejadian yang berhubungan sebab akibat sebagaimana kebiasaan orang Jawa dalam mengait-kaitkan (uthak-atik-gathuk), biasanya, terhadap sikap atau perilaku seseorang. Sebagian orang menganggapnya serupa dengan “karma”. Dalam Islam yang tidak mengenal karma, terdapat pengajaran sebagai berikut:
“Jika kamu berbuat baik (berarti) kamu berbuat baik bagi dirimu sendiri dan jika kamu berbuat jahat, maka (kejahatan) itu bagi dirimu sendiri.” (QS Al Israa, 17:7)
“Dan kebaikan apa saja yang kamu perbuat untuk dirimu niscaya kamu memperoleh (balasan)nya di sisi Allah sebagai balasan yang paling baik dan yang paling besar pahalanya.” (QS Al Muzammil, 73:20)
Sebenarnya dengan berbagai kejadian “ndilalah” yang saya alami atau saya ketahui terjadi pada orang lain, saya justru khawatir ada andil saya dalam hal itu, entah karena “negative thinking” atau terbersit ketidaksukaan, atau bahkan semangat kegembiraan saya terhadap orang lain. Oleh karenanya ketika hal itu terjadi, saya usahakan ingat untuk istigfar, memohon ampun kepada Allah, kemudian mendoakan orang lain tersebut supaya dimudahkan dalam urusannya.
Nabi Muhammad shallallahu alaihi wasallam pernah mengingatkan tentang ‘ain, pandangan mata, dan bahayanya sehingga kita perlu membaca doa perlindungan kepada Allah dari pandangan mata yang buruk. Karena seringkali ungkapan dari pandangan mata baik itu sangat gembira maupun sangat membenci dapat mempengaruhi kondisi kita, baik secara fisik maupun kejiwaan, baik kepada diri kita ataupun orang-orang dekat kita.
“Ndilalah”-nya, karena Allah tidak tidur, para malaikat-Nya pun terjaga, jika ‘ain seseorang mengarah kepada salah satu kekasih Allah, atau kepada orang yang doanya terkabulkan oleh Allah, maka akan berbalik kepada orang tersebut secara cepat ataupun lambat. Di antara orang yang doanya terkabulkan oleh Allah adalah orang yang dizalimi, orang yang berpuasa, dan orang yang sedang dalam perjalanan.
Be careful! Apabila kita termasuk sebagai orang yang doanya terkabulkan, upayakanlah berdoa yang baik-baik, “positive thinking”, dan memaafkan. Sebagaimana Allah ta’ala mengajarkan kita:
“Dan apa saja musibah yang menimpa kamu maka adalah disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri, dan Allah memaafkan sebagian besar (dari kesalahan-kesalahanmu).” (QS Asy Syuura, 42:30)
“Tetapi orang yang bersabar dan mema’afkan, sesungguhnya (perbuatan ) yang demikian itu termasuk hal-hal yang diutamakan.” (QS Asy Syuura, 42:43)
“Dan balasan suatu kejahatan adalah kejahatan yang serupa, maka barang siapa memaafkan dan berbuat baik maka pahalanya atas (tanggungan) Allah. Sesungguhnya Dia tidak menyukai orang-orang yang zalim.” (QS Asy Syuura, 42:40)
“dan orang-orang yang menahan amarahnya dan mema’afkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan.” (QS Ali Imran, 3:134)
“Jika kamu melahirkan sesuatu kebaikan atau menyembunyikan atau memaafkan sesuatu kesalahan (orang lain), maka sesungguhnya Allah Maha Pema’af lagi Maha Kuasa.” (QS An Nisaa, 4:149)
“jika kamu memaafkan dan tidak memarahi serta mengampuni (mereka) maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS At Taghaabun, 64:14)