“Kami di sini memohon diusahakan pengajaran dan pendidikan anak perempuan, bukan sekali-kali karena kami menginginkan anak-anak perempuan itu menjadi saingan laki-laki dalam perjuangan hidupnya. Tapi karena kami yakin akan pengaruhnya yang besar sekali bagi kaum wanita, agar wanita lebih cakap melakukan kewajibannya, kewajiban yang diserahkan alam sendiri ke dalam tangannya: menjadi ibu, pendidik manusia yang pertama-tama.” [Surat Kartini kepada Prof. Anton dan Nyonya, 4 Oktober 1902]
Memperingati hari lahir RA Kartini yang jatuh setiap tanggal 21 April, begitu banyak acara digelar untuk menggugah semangat perempuan. Bahkan anak-anak sekolah pun digugah kesadarannya untuk menjiwai semangat pahlawan perempuan Indonesia itu dengan mengenakan pakaian nasional, karnaval ataupun berkumpul dalam upacara peringatan. Semua itu dilaksanakan entah dengan kesadaran atau tidak bahwa sistem pendidikan saat ini belum mampu membentuk generasi penerus yang jauh lebih baik daripada generasi sebelumnya. Yang ada malah membangun semangat konsumerisme, permisivisme, dan kemerosotan akidah dan akhlak. Jauh sekali dari cita-cita Kartini sebagaimana dipetik di atas.
Mendidik anak memang membutuhkan kearifan dari kedua orang tua: ayah dan ibu, dan para pelaku pendidikan. Oleh karenanya, sebagai amanah yang dibebankan ke pundak orang tuanya, anak berhak mendapatkan pendidikan yang baik dari keluarga dan lingkungannya. Ketidakcakapan dalam mendidik anak akan menjadi cela dan kesalahan yang fatal, merupakan pengkhianatan terhadap amanah, sekaligus menggambarkan kekurangan dalam perkara agama. Keluarga sebagai institusi pertama bagi pendidikan anak harus mampu menghadirkan agama sebagai pondasi dan modal utama yang mengarahkan perilaku dan akhlak mulia pada anak dan juga orang tua.
Buku berjudul “38 Kesalahan Mendidik Anak” ditulis oleh Syekh Muhammad Ibrahim Al-Hamd, salah seorang ulama masa kini, secara lugas menyampaikan kesalahan-kesalahan yang umum dilakukan oleh orang tua dalam mendidik anak. Hal ini dimaksudkan supaya orang tua dan pendidik mampu mengenal kesalahan tersebut dan berupaya menjauhinya sebagai tanggung jawab memperbaiki kecakapan dalam mendidik anak-anak. Buku ini juga menyuguhkan kiat-kiat yang membantu proses pendidikan anak secara islami untuk memetik hal-hal yang bermanfaat dan menangkal hal-hal yang dapat membahayakan anak-anak, baik di kehidupan dunia maupun di akhirat kelak.
Secara umum buku saku ini dapat dijadikan pedoman praktis bagi setiap orang tua dan pendidik yang mendamba kebaikan akhlak anak-anaknya. Insya Allah.
—
[1] Muhammad bin Ibrahim Al-Hamd, 38 Kesalahan Mendidik Anak, Pustaka Ar-Rayyan, 2009
bagaimana resep mengembalikan saudara yang terkena doktrin aliran sesat ?
mas bahtiar, saya turut prihatin akan hal tersebut. Resep masakan saja jika dicoba oleh orang yang berbeda dapat berbeda pula hasilnya, saya tidak tahu bagaimana seharusnya tindakan yang tepat agar saudara kita kembali ke jalan yang benar. Namun saya tahu pasti bahwa Allah Maha Mendengar segala doa kita, Dia yang membolak-balikkan hati manusia, tentu saja sangat sanggup untuk melakukannya.
Selain dengan doa, mulailah mengajak diri sendiri memahami jalan yang benar supaya dapat mengajak saudara kita itu mengikuti jalan yang benar. Insya Allah, selama kita tidak tergesa-gesa.
Sedikit bantuan saya, mudah-mudahan link berikut dapat membantu mencari resep tersebut:
http://www.ilmoe.com/565/agar-anak-tidak-menjadi-teroris-seri-kajian-terorisme.html
Thanks infonya
sangat bermanfaat
salam
semoga dapat diaplikasikan, pak Thomas 🙂