Salah satu yang dibanggakan manusia saat ini adalah kemampuan dan keahlian dalam berbicara. Seminar-seminar diadakan untuk memberikan ilmu pengetahuan tentang berbicara di hadapan khalayak ramai. Ilmu retorika yang mampu menyihir pendengarnya sampai-sampai mereka menyimpulkan ketinggian ilmu adalah dengan banyaknya ucapan dan pembicaraan yang disampaikan. Bahkan di antara mereka ada yang beranggapan bahwa keilmuan yang ada pada para pengkhotbah zaman belakangan jauh lebih tinggi daripada para ulama zaman dahulu. Sementara para ulama telah menyibukkan diri mereka menuntut ilmu (alquran dan assunnah) dan mengajarkannya kepada umat daripada duduk dalam majelis yang berisi debat kusir atau khotbah-khotbah panjang yang kosong makna.
Orang-orang yang suka berbicara itu mengisi majelis-majelis yang sangat diminati oleh manusia, maka hadis pun menjadi hasil diskusi dan ayat menjadi asal nyangkut. Naudzubillahi min dzalik. Bahkan manusia-manusia yang duduk di dalamnya adalah manusia-manusia yang memang suka dengan pembicaraan-pembicaraan yang tak jelas, senang mendebat, menjatuhkan pendapat, kepingin memenangkan opini, tidak peduli dengan dalil dan kebenaran, bahkan mengusung kenisbian akan kebenaran dan kebaikan. Padahal sudah jelas bahwa yang benar itu baik, sedangkan yang baik itu belum tentu benar, dan tidak selalu yang baik dan benar itu disukai.
Barangkali dua tangkai peribahasa kuna ini sudah tidak ada di dalam pelajaran sekolah dan membekas di dalam hati sanubari mereka: “Ikutilah ilmu padi, makin berisi makin merunduk” dan “Tong kosong nyaring bunyinya”. Barangkali mereka tidak menyimak bagaimana Abdullah Ibnu Mas’ud radiyallahu anhu berkata: ” Sesungguhnya di masa kalian ini masih banyak ulamanya dan sedikit pengkhotbahnya. Akan datang suatu masa di mana sedikit ulamanya sedangkan banyak para pengkhotbahnya.” Barangkali juga mereka tidak memerhatikan bahwa tidaklah Rasulullah salallahu alaihi wasalam berkata-kata kecuali dapat dihitung jumlah kata-katanya karena saking sedikitnya beliau berbicara namun begitu dalam makna yang terkandung di dalamnya.
Oleh karenanya Nabiyullah Muhammad pernah berpesan: “Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah ia berkata-kata yang baik atau (lebih baik) diam.”
—
rujukan lanjut: Kitab Fadli Ilmi Salaf ala Ilmi Khalaf, karya Ibnu Rajab
Yang Maha berilmu hanya Allah jadi berapapun tingginya ilmu kita masih ada yang lebih tinggi, banyak belajar dan sedikit berbicara dan bagi lah ilmu yang kita punya kepada orang lain itu lebih baik…salam dari Travel Haji Plus 2012/2013