Menjalani sesuatu yang tidak pernah kita inginkan tentu terasa amat berat. Apalagi jika menutup akses, baik permanen maupun sementara, kepada kesempatan meraih cita-cita. Namun perlu disadari bahwa tidak melulu yang kita dambakan adalah yang terbaik bagi kita. Bahkan kita juga tidak tahu sama sekali apakah yang kita jalani selalu bukan yang terbaik? Kita tidak pernah tahu apa yang akan terjadi.
“Kita tidak pernah tahu apa yang terbaik bagi diri kita. Jabati dan jalani. Kelak kita akan mengetahuinya.” (1)
Oleh karenanya, menjabat bukanlah suatu hadiah bagi kita yang patut disyukuri dan dirayakan. Orang-orang bijak sebelum kita selalu berupaya menjauh dari jabatan. Mereka tidak pernah memintanya, karena mereka khawatir tidak mampu menjaga amanah secara konsisten dan konsekuen. (2)
Ketika Tuhan menawarkan jabatan kepada langit, bumi, dan gunung-gunung, mereka menolaknya karena takut dan khawatir akan berkhianat. Namun ketika tawaran itu diberikan kepada manusia, makhluk yang bodoh dan suka menganiaya diri sendiri itu menerimanya dengan naif. (3)
Adapun yang memilih untuk menerima jabatan yang diamanahkan, mereka sangat berhati-hati untuk tidak menyalahgunakan kekuasaannya dan menjalani jabatannya secara profesional dengan penuh ketakutan. Demikianlah potret generasi terbaik terdahulu mengenai jabatan. (4)
Kita memang tidak pernah tahu, apakah jabatan tersebut adalah tepat dan yang terbaik sampai kita menjalaninya dengan sungguh-sungguh. Pepatah Arab mengatakan, man jadda wajada, siapa yang bersungguh-sungguh, ia tentu akan meraihnya. Bersungguh-sungguh dalam menjabat dan menjalani jabatannya tanpa melanggar norma dan etika, semoga jabatannya itu menjadi penyebab keberkahan hidup yang dijalani bersama keluarga. (1)
—
2. http://asysyariah.com/hukum-meminta-jabatan.html
3. QS Al-Ahzaab, 33: 72
4. http://asysyariah.com/kisah-nabi-yusuf-dan-meminta-jabatan.html