Pintu 5 – sebuah cerpen

“Mohon maaf, laporan Anda tidak dapat kami proses,” ujar petugas kepada si pelapor. “Mengapa, pak? Bukankah semua bukti telah kami sampaikan?” tanya si pelapor heran. “Bagaimana kami mau memproses, sedangkan pintu itu saja tidak pernah ada?” jawab petugas.

Si pelapor itu terdiam, tergambar dalam ingatannya, bahwa beberapa hari yang lalu dia telah melalui sebuah jalan keluar dari sebuah taman wisata. Jalan keluar yang biasa telah dipadati oleh antrean kendaraan yang mengular hingga 2 kilometer. Hari itu hari terakhir liburan sekolah. Tiba-tiba ia melihat papan putih bertuliskan hitam, “Pintu 5” dan di bawahnya tertulis rute terdekat.

Awalnya ia ragu untuk mengambil jalan itu. Jalanan berbatu, sama sekali belum diaspal. Seorang petugas di pintu meminta karcis kontrol, “Hendak ke mana, pak?”, tanya petugas. “Saya hendak ke arah Setu, Cilangkap,” jawabnya. “Bapak ikuti saja jalan ini nanti di pintu belok kiri ke jalan raya. Jika Bapak ada kesulitan silakan tanya petugas di pintu depan,” kata petugas itu memberi pengarahan.

Sepanjang jalanan tanah yang dilalui, ada beberapa anak kecil yang menadahkan tangan, meminta-minta. Mereka melempari mobil-mobil yang berlalu tanpa memberikan apapun dengan kerikil sambil berteriak, “Sialan lu!” Aduhai, pendidikan macam apa yang mereka dapatkan sehingga demikian?

Di pintu yang berhubungan langsung dengan jalan raya terlihat beberapa orang yang mengatur lalu lintas kendaraan keluar. Seorang yang tidak berseragam menghampiri mobil si pelapor, “Hendak ke mana, pak?” tanya petugas. “Saya mau ke Setu,” jawabnya. “Silakan keluar pintu, belok kiri langsung lurus ke arah Setu,” katanya lalu melanjutkan, “Uang parkirnya pak.”

“Uang apa?”
“Serelanya, pak.”
“Lho, bukannya sudah termasuk harga tiket masuk taman?”
“Ya, pak. Tiket masuk urusan Taman, ini keluar buat bantu kami, warga yang mengelola.”
Si pelapor pun memberikan selembar uang mata pecahan kecil kepada orang itu sambil mendongkol dalam hati, “Sialan, jebakan betmen.”
Tampak seringai senyuman dari orang-orang yang mengatur pintu itu.

Antara petugas yang mengambil karcis kontrol dengan pintu yang terhubung jalan raya adalah lahan kosong yang luas. Hanya pintu itu satu-satunya jalan keluar. Mau tidak mau, ia dan mobil lainnya yang melalui jalan itu harus memberikan uang “serelanya” kepada orang-orang yang menjaga pintu.

Ia kesal, twitter dan kicauannya di media sosial tidak mendapat respon dari pengelola taman wisata. Ia pun melapor kepada yang berwajib atas kejadian yang dianggap menipu pelanggan. Tetapi, petugas tidak dapat memprosesnya. Karena “Pintu 5” itu, katanya sama sekali tidak pernah ada.

Dengan penasaran ia pun menuju lokasi kejadian. Dari dalam taman wisata, tidak terlihat ada pintu. Bahkan tumbuh di sana semak-semak yang tinggi. Dari luar taman pun, ketika ia melewati pagar yang diyakininya sebagai pintu keluar, pagar itu rapat, dan sama sekali tidak ada tanda bahwa pernah ada pintu di situ.

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s

%d blogger menyukai ini: