11 Maret, 2016
Demi timesheet, kita rela disiplin masuk kantor dan taat jam kerja. Demi merit increase, kita rela lebih produktif mengejar KPI. Prestasi dunia yang bakalan ditinggal.
Apakah kita juga dengan sukarela, untuk disiplin menuntut ilmu agama, taat salat di awal waktu, dan produktif beramal kebajikan? Demi akhirat yang lebih kekal?
@ndi, 11032016
Menyukai ini:
Suka Memuat...
Leave a Comment » |
bilik madah, celengan pundi | Ditandai: akhirat, dunia, kerja, KPI, merit increase, ngaji, timesheet |
Permalink
Ditulis oleh andi
1 Maret, 2015
مَنْ كَانَ يُرِيدُ الْحَيَاةَ الدُّنْيَا وَزِينَتَهَا نُوَفِّ إِلَيْهِمْ أَعْمَالَهُمْ فِيهَا وَهُمْ فِيهَا لَا يُبْخَسُونَ
Barangsiapa yang menghendaki kehidupan dunia dan perhiasannya, niscaya Kami berikan kepada mereka balasan pekerjaan mereka di dunia dengan sempurna dan mereka di dunia itu tidak akan dirugikan.
أُولَٰئِكَ الَّذِينَ لَيْسَ لَهُمْ فِي الْآخِرَةِ إِلَّا النَّارُ ۖ وَحَبِطَ مَا صَنَعُوا فِيهَا وَبَاطِلٌ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ
Itulah orang-orang yang tidak memperoleh di akhirat, kecuali neraka dan lenyaplah di akhirat itu apa yang telah mereka usahakan di dunia dan sia-sialah apa yang telah mereka kerjakan.
(QS 11: 15-16) – at Masjid Al Muhajirin wal Anshor
View on Path
Menyukai ini:
Suka Memuat...
Leave a Comment » |
jendela surau | Ditandai: akhirat, bagian, dunia, kerja, usaha |
Permalink
Ditulis oleh andi
25 Februari, 2015
ليتخذ أحدكم قلب شاكرا، و لسانا ذاكرا، وزوجة مؤمنة، تعين أحدكم على أمر الآخرة.
رواه الترمذي و أحمد وابن ماجه
“Hendaklah kalian memiliki hati yang bersyukur, lisan yang berzikir, istri yang beriman yang menolong kalian pada urusan akhirat.”
Diriwayatkan oleh At-Tirmizi, Ahmad, dan Ibnu Majah.
View on Path
Menyukai ini:
Suka Memuat...
Leave a Comment » |
beranda, jendela surau | Ditandai: akhirat, hati, iman, istri, lisan, syukur, zikir |
Permalink
Ditulis oleh andi
21 Februari, 2015

Tali bor perlu digeser dan dipotong setelah ton-mile tertentu atau ketika worn-out karena digulung dan diulur pada drum drawworks. Jika tidak, maka akan membahayakan operasi pengeboran.
Tali jemuran perlu digeser dan dipotong setelah beberapa tahun atau ketika worn-out pada ring penumpu. Jika tidak, maka tali bisa putus dan jemuran terpaksa dicuci ulang.
Begitu pula dengan jiwa, kita perlu bergeser pada kebaikan dan bertobat dari semua keburukan. Jika tidak, maka akan membahayakan hidup dunia dan akhirat kita.
@nd, 21022015
View on Path
Menyukai ini:
Suka Memuat...
Leave a Comment » |
beranda, bilik madah | Ditandai: akhirat, cuci, cut, drawworks, drilling, drum, dunia, exhausted, laundry, line, slip, soul, taubat, wear, worn out |
Permalink
Ditulis oleh andi
6 Februari, 2014
banyak cara untuk “peace of mind” ketika bepergian. di antaranya adalah membeli premi asuransi perjalanan. dengan mengeluarkan sedikit uang untuk mendapatkan jaminan pertanggungan yang cukup besar. tentu saja untuk menanggung biaya apabila terjadi sesuatu atau diberikan kepada ahli waris jika terjadi kehilangan jiwa. sayangnya tidak semua bentuk asuransi diperbolehkan dalam syariat islam. belum lagi kesulitan yang dihadapi ketika mengajukan klaim menjadi permasalahan tersendiri.
mengenai hukum asuransi dapat kita kaji dari makalah ilmiah para ahli fikih. namun tidak berbekal sama sekali juga bukan hal yang dibenarkan. ada baiknya orang yang bepergian menyediakan bekal yang cukup bagi dirinya dan nafkah yang cukup bagi keluarga yang ditinggalkan selama perjalanan. kalau perlu menyediakan sejumlah materi yang cukup untuk menghidupi keluarganya apabila terjadi kehilangan kemampuan atau kehilangan jiwa.
akan tetapi tidak semua orang dikaruniai oleh Allah kelebihan rezeki untuk melakukan hal tersebut. maka bekal dan nafkah terbaik bagi seorang muslim dan keluarga yang ditinggalkan adalah keimanan dan ketakwaan. karena hanya kedua hal itulah yang mampu menjaga manusia tidak hanya ketika hidup di dunia namun juga di kehidupan selanjutnya.
di antara bentuk ketakwaan adalah tawakal kepada Allah. sangat dianjurkan bagi seorang muslim untuk membaca doa ketika ia keluar rumah:
Dengan nama Allah aku bertawakkal kepadaNya dan tiada daya serta upaya kecuali dengan keizinan Allah. (HR. Abu Dawud dan At-Tirmidzi)
serta doa berikut:
Ya Allah aku berlindung denganMu supaya tidak sesat atau disesatkan menyeleweng atau diselewengkan, berbuat aniaya atau dianiayakan, bodoh atau diperbodohkan ke atasku. (HR. Abu Dawud, Ibnu Majah, An-Nasa’i, dan At-Tirmidzi)
dan saling berpesan kepada keluarga yang ditinggalkan:
Aku serahkan kamu kepada Allah yang tidak pernah menyia-siakan simpanan yang ditinggalkan kepadaNya. (HR. Ahmad dan Ibnu Majah)
kemudian didoakan oleh keluarganya:
Aku serahkan agamamu, amanahmu dan penamat amalanmu kepada Allah. (HR. Ahmad dan At-Tirmidzi)
ketika ia menaiki kendaraannya untuk memulai perjalanan membaca doa ini:
Allah Maha Besar, Allah Maha Besar, Allah Maha Besar. Maha Suci Tuhan yang telah memudahkan kenderaan ini untuk kami, sedang kami sebelum ini tidak terdaya menguasainya. Sesungguhnya kepada Tuhan kamilah kami akan kembali. Ya Allah, kami memohon kepadaMu dalam perjalanan kami kebaikan dan ketaqwaan dan amalan yang Engkau redhai, Ya Allah, ringankanlah perjalanan kami dan pendekkanlah jaraknya. Ya Allah Engkaulah Teman dalam perjalanan dan pengurus bagi ahli keluarga. Ya Allah, aku memohon perlindunganMu dari kesulitan perjalan, pandangan yang menyedihkan, dan kejahatan yang boleh menimpa harta dan ahli keluarga. (HR. Muslim)
betapa indah dan sangat mendalam makna doa-doa tersebut jika kita mau merenunginya. dan kalau boleh dikatakan sebaik-baik asuransi yang pasti didapatkan pertanggungannya adalah doa-doa tersebut. dengan mengamalkannya, dijamin akan memperoleh “peace of mind” yang paripurna. jaminan yang pasti dari Allah yang Mahakuasa.
Allahul muwaffiq.
Menyukai ini:
Suka Memuat...
Leave a Comment » |
bilik keluarga, bilik madah, jalan setapak, jendela surau | Ditandai: akhirat, asuransi, bekal, doa, dunia, iman, insurance, safar, supplication, takwa, travelling |
Permalink
Ditulis oleh andi
10 Oktober, 2013
Bagi para pengusaha, return of investment (ROI) adalah tolok ukur pencapaian investasi yang diharapkan. Apabila sebuah investasi telah mencapai ROI pada saat itulah disebut breakeven point (BEP) atau balik modal. Ketika ROI sudah melampaui BEP, pengusaha tinggal menikmati keuntungan sampai habis usia produktivitas modal tersebut. Semakin tinggi BEP atau semakin lama balik modal maka risiko kerugian pun semakin besar. Sebaliknya, semakin rendah BEP atau semakin cepat pengembalian modalnya maka semakin kecil risiko kerugian. Oleh karena itu pemilihan investasi biasanya didasarkan kepada rendahnya BEP.
Kebanyakan pengusaha menginginkan untuk mendapatkan investasi dengan ROI setinggi-tingginya dan BEP (sekaligus risiko) serendah-rendahnya. Untuk mendapatkan hal tersebut hanya dengan cara-cara berikut: berinvestasi pada hal yang sudah pasti dan nyata hasilnya, menaikkan harga jual, atau menurunkan bahkan menghilangkan biaya tetap. Kenyataannya sangat sulit memperoleh kondisi ideal yang diinginkan.
Dalam ajaran Islam, setiap pemeluknya sangat dianjurkan menjadi umat yang cerdas, baik dalam urusan ibadah maupun urusan penghidupan. Sangat tidak diharapkan apabila seorang pemeluk Islam bekerja keras dalam kedua urusan tersebut namun tidak memperoleh pembayaran yang layak dan wajar apalagi merugi dunia dan akhirat. Oleh karenanya banyak sekali jenis perniagaan dan investasi yang ditawarkan oleh Allah bagi umat Islam yang menjanjikan ROI sangat tinggi dengan BEP dan risiko yang boleh dikatakan rendah. Risiko tersebut menjadi rendah hanya dengan 2 syarat: ikhlas karena Allah, dan mengikuti (ittiba) sunnah Rasulullah (sesuai pemahaman salafus salih).
Di antara jenis investasi yang ditawarkan adalah “investasi huruf ba”. Bagi kebanyakan orang huruf ba dianggap huruf biasa yang terdapat di dalam abjad arab. Namun hanya sebagian kecil yang menganggapnya luar biasa, apalagi memiliki ROI yang sangat luar biasa. Di dalam aktivitas kehidupan para pemeluk Islam, huruf ba ini diaplikasikan kepada banyak hal. Sebagai salah satu huruf dari huruf-huruf Alquran, apabila dibaca huruf ba bernilai 10 kebaikan.
Adalah kebiasaan umat Islam untuk membaca “bismillah” setiap kali mengawali aktivitasnya. Hal itu sangat dianjurkan dan menunjukkan kepasrahan kepada Allah. Apabila tidak ada huruf ba pada kalimat “bismillah” maka kalimat itu menjadi tidak berarti. Dalam sehari semalam, dapat dipastikan seorang muslim membaca kalimat “bismillah” minimal 22 kali. Angka itu diperoleh dari jumlah rakaat salat wajib karena membaca surat Al-Fatihah dan ketika memulai wudu. Sehingga jika ia memenuhi syarat, ia berhak memperoleh 220 kebaikan. Belum lagi jika dalam memulai aktivitas lainnya ia juga membacanya tentu akan lebih banyak kebaikan yang diterimanya.
Akan tetapi, investasi huruf ba tidak berakhir di sini. Allah juga menjanjikan bahwa siapapun yang memberi contoh kebaikan di dalam Islam, maka si pemberi contoh akan mendapatkan nilai kebaikan yang setara apabila contoh itu diamalkan oleh orang lain dan orang-orang setelahnya tanpa mengurangi pahala mereka. Dengan kata lain apabila kalimat “bismillah” sebagai kalimat yang baik kita contohkan kepada orang lain, maka dari 1 orang yang mengamalkannya kita berhak mendapatkan minimal 220 kebaikan yang sama. Bagaimana kalau lebih dari 1 orang, tinggal dikalikan saja. Luar biasa! Duhai betapa beruntungnya para guru ngaji yang mengajarkan huruf ba.
Karena investasi huruf ba sudah jelas dan pasti hasilnya, jelas tinggi harga jualnya (nilai pahalanya) dan tidak membutuhkan biaya. Dapat dipastikan bahwa berinvestasi pada huruf ba, akan memperoleh ROI yang tinggi dan BEP (sekaligus risiko) yang rendah.
Namun, jangan berkecil hati jika kita tidak menjadi guru ngaji. Investasi terbesar bagi setiap orang tua adalah anak-anak yang dititipkan oleh Allah baik secara kandung, maupun secara asuh. Jika orang tua menginginkan bagian yang banyak pada investasi huruf ba, sangat dianjurkan untuk mulai mengajari anak-anaknya membaca huruf ba secara baik dan benar. Tentu dengan tetap memenuhi 2 syarat: ikhlas dan ittiba. Insya Allah mendapatkan ROI dan BEP yang diharapkan.
Menyukai ini:
Suka Memuat...
Leave a Comment » |
bilik keluarga, celengan pundi, jendela surau | Ditandai: akhirat, anak-anak, balik modal, breakeven point, dunia, high yield, huruf ba, investasi, islam, low risk, muslim, pengusaha, return on investment, salat |
Permalink
Ditulis oleh andi
25 Juni, 2013
Nun di sana cita-cita kita, ya akhirat namanya
Di dunia ini bukan tempat tinggal, di sini hanya sebentar tidak kekal
Betulkan niat dari sekarang, tukar sikap kita yang merugikan
Qur’an dan sunnah jadikan panduan, agar esok kita tidak kekesalan
Biar susah sedikit kerana Tuhan, untuk menghindar kesusahan yang besar
Yang tidak sanggup ditanggung badan, ambillah i’tibar kalau mahu sedar
Di sana tiada taulan yang membela, amal ibadah itulah pembela kita
Ayo bersegeralah membuat kebajikan, jangan dilalaikan oleh nafsu dan syaitan
Pangkat dan harta tidak akan kekal, bahkan apa yang ada akan ditinggal
Hidup di dunia hanya sementara, buatlah persiapan untuk kesana
Ayo bersegeralah menuju Allah, taatilah Ia minta ampun pada-Nya
Mati bila-bila masa boleh tiba, jangan sampai kita tidak bersedia
Nun disana cita-cita kita, ya akhirat namanya
Di dunia ini bukan tempat tinggal, di sini hanya sebentar tidak kekal
[credit to: nadamurni]
Menyukai ini:
Suka Memuat...
1 Komentar |
bilik madah | Ditandai: akhirat, dunia, mati, nadamurni, nafsu, nasyid, nun di sana, pembela, rabbani, raihan, sikap, syaitan |
Permalink
Ditulis oleh andi
3 Maret, 2013
Dari statusnya Ustadz Muhammad Arifin Badri:
Waaaaah murah sekali dapat bonus lagi.
Demikian mungkin ucapan yg terlontar dr lisan anda bila membeli suatu barang lalu mendapatkan discount 70 % + dapat bonus.
Anda pasti senang dan girang, bukankah demikian sobat?
Namun pernahkah anda membeli barang lalu meberikan insentif kepada penjual + bonus? Barang yg di jual seharga Rp 100.0000,0 anda beli seharga Rp. 150.000,0 + bonus.
Menurut anda kira2 apa yg menjadikan anda menerapkan standar ganda semacam ini?
Jawabannya sederhana, yaitu seperti yg terungkap pada ayat berikut:
وَتُحِبُّونَ الْمَالَ حُبًّا جَمًّا
Dan kalian mencintai harta kekayaan dengan cinta yang berlebihan. ( al fajer 20)
Saudaraku, apa salahnya bila anda sesekali berpikir sebagai penjual: betapa bahagianya diriku bila mendapatkan pembeli yg dermawan, membeli dengan harga termahal melebihi penawaran dan dapat bonus lagi.
***
Memang tidak dapat dipungkiri bahwa kebanyakan tafsir telah menjelaskan peringatan terhadap perbuatan curang yang disinggung pada surat Al-Muthaffifin ayat 1-3 diperuntukkan bagi para pedagang atau penjual. Namun betapa banyak para pelaku jual beli yang tidak menyadari bahwa baik penjual maupun pembeli memiliki potensi curang yang sama, terutama pada pembeli intermediate atau pembeli yang akan menjual kembali barang dagangan (reseller).
Ayat-ayat tersebut menegaskan bahwa pelaku kecurangan itu ketika membeli meminta keinginannya terpenuhi, sedangkan ketika menjualnya ia mengurangi takaran dan timbangan. Demikian pula para reseller ini menginginkan harga murah ketika ia membeli, dan mengharapkan keuntungan yang besar ketika menjual. Bahkan tak segan mencurangi penjual lain dengan menjatuhkan harga demi merebut pasar. Pelatih usaha mereka adalah orang-orang yang silau dengan dunia dan mungkin lupa dengan pesan akhirat.
Jika mau ditilik, sungguh tidak semua pedagang (تاجر) itu kaya raya, hanya karena salah kaprah تاجر dimaknai sebagai orang kaya. Banyak di antara تاجر itu justru hidup secukupnya bukan berkecukupan, hidup pas-pasan karena impas antara biaya operasional dengan keuntungannya. Hanya saja mereka tetap menjalani perniagaan dalam rangka memenuhi kewajiban mereka menafkahi keluarga dan mengupahi orang-orang yang bekerja kepada mereka.
Sebaliknya, tidak semua pembeli kaya raya sehingga dapat membayar lebih untuk membeli keperluannya. Namun alangkah indahnya jika pembeli bersikap dermawan. Jika menawar sebaiknya tidak jauh di bawah harga pasar. Dan ketika meminta bonus juga tidak di atas kewajaran. Oleh karenanya, baik penjual maupun pembeli, baik pembeli intermediate (reseller) maupun pembeli final (customer), sebaiknya sama-sama dermawan, saling menghargai hak-hak kedua belah pihak.
Wallahu a’lam.
Menyukai ini:
Suka Memuat...
Leave a Comment » |
jendela surau, kedai jaja | Ditandai: akhirat, Al-Fajr, Al-Muthaffifin, arifin, badri, barang, bonus, cinta, curang, customer, dagangan, dermawan, dunia, final, harga, intermediate, kaya, muhammad, niaga, pasar, pedagang, pembeli, penjual, reseller, tajir, takaran, timbangan, Ustadz, تاجر |
Permalink
Ditulis oleh andi
11 Januari, 2013
Pernah dengar cerita tentang 3 orang tukang batu? Ketika mereka sedang menyusun batu dan ditanyakan kepada mereka apa yang sedang mereka perbuat? Tukang pertama menjawab sedang menyusun batu, tukang kedua menjawab sedang membangun rumah, tukang ketiga menjawab sedang membangun istana. Dapat dikatakan bahwa visi ketiga tukang batu itu berbeda-beda. Dan perbedaan tersebut menjadikan nasib mereka pun pada akhirnya berbeda pula.
Apatisme terhadap masa depan seringkali membatasi visibilitas kita sehingga dengan terpaksa kita menerima nasib saat ini tanpa berupaya mengubah nasib kita menjadi lebih baik. Sebaliknya ada juga di antara kita yang seringkali terlalu percaya diri dengan visi dan mati-matian memperjuangkan nasib sehingga kita melupakan takdir. Dengan demikian ketika takdir menentukan kita belum saatnya mencapai visi, pada saat itu pula kita meratap dan tidak mampu percaya.
Visi adalah sesuatu yang mampu dilihat dan dicapai. Penglihatan kita tergantung pada kemampuan dan potensi yang kita miliki. Visi yang besar tidak akan sanggup diraih tanpa membesarkan potensi. Sedangkan visi yang kecil belum tentu sama dengan potensi yang kecil. Perbedaannya terletak pada kemauan.
Hidup di dunia hanyalah sarana mencapai kebahagiaan akhirat. Jangan sampai bercita-cita tinggi dan menghabiskan energi untuk meraih visi duniawi namun melupakan visi akhirat. Bahkan Tuhan telah mengarahkan kita untuk mengejar akhirat tanpa melupakan dunia. Apabila kita mengerahkan segenap daya untuk meraih visi akhirat, mudah-mudahan kecukupan duniawi adalah hadiah yang niscaya.
Menyukai ini:
Suka Memuat...
Leave a Comment » |
bilik madah | Ditandai: akhirat, cita-cita, dunia, motivasi, rekonstruksi, visi, visibility, vision |
Permalink
Ditulis oleh andi
25 Desember, 2012
Ada yang bilang karakter seseorang dapat dilihat dari caranya makan ikan. Biasanya hidangan ikan terbagi ke dalam 3 bagian: kepala, badan, dan ekor. Untuk ikan yang lebih kecil cukup 2 bagian saja: kepala dan ekor. Pemilihan bagian ikan yang akan dimakan ditentukan oleh alam bawah sadar. Sikap tersebut biasanya dapat menjelaskan sikap lahiriah lainnya.
Seseorang yang memilih bagian ekor biasanya mendapatkan bagian yang sedikit yaitu sirip ekor dan sebagian daging di sekitar ekor. Sedangkan yang memilih bagian badan biasanya mendapatkan bagian yang banyak berupa daging ikan. Jika seseorang memilih bagian kepala ia mendapatkan bagian yang sedikit dan tersulit karena harus menghadapi tulang-tulang kepala ikan, apalagi jika berjuang untuk mendapatkan otak ikan tentu lebih sulit lagi.
Berdasarkan pembacaan karakter, kebanyakan orang memilih badan ikan: tidak sulit dan mendapat bagian yang banyak. Orang-orang ini menjadi orang kebanyakan dan menjadi kelas rata-rata. Mereka menikmati hidupnya dan memperoleh sebatas yang ia usahakan. Sedangkan orang-orang yang memilih ekor ikan jauh lebih banyak lagi: sangat mudah namun mendapat bagian yang sedikit. Orang-orang ini memperoleh sisa-sisa dari apa yang sudah dihabiskan oleh orang-orang pertama. Sekeras apapun usahanya, mereka telah dicukupkan dengan apa yang sudah ditentukan: bagian yang sedikit.
Mari kita tanyakan kepada penggemar ikan kakap, gulai terenak untuk ikan kakap bukanlah bagian badan maupun ekornya, melainkan kepalanya. Tanyakan pula mengapa mereka rela merepotkan diri menyantap gulai kepala kakap. Kebanyakan mereka menyukai tantangan, eksotisme pengalaman, dan menikmati proses pencapaian kepuasan. Mereka tidak peduli berapa besar mereka peroleh sebagai hasil kerja. Mereka sangat menikmati perolehan-perolehan yang luar biasa, tidak banyak memang, namun berkualitas.
Sepertinya pilihan kita di dalam hidup akan menentukan tingkat kenyamanan hidup kita sendiri. Di antara dua sisi ketidaknyamanan, perbedaan sikaplah yang membuat kita mampu menikmatinya: dengan biasa-biasa saja, rata-rata, atau berkualitas. Sebaiknya hindari memilih hidup yang tidak berkualitas: sudah rugi di dunia, rugi pula di akhirat. Semoga Allah memperbaiki sikap dan kualitas hidup kita.
Menyukai ini:
Suka Memuat...
2 Komentar |
bilik madah | Ditandai: akhirat, alam, and, bagian, banyak, bawah, between, biasa-biasa, cara, daging, dunia, ekor, eksotisme, falsafah, filosofi, gulai, head, hidup, ikan, kakap, keberhasilan, kebiasaan, kehidupan, kenyamanan, kepala, kepuasan, kesulitan, ketidaknyamanan, kualitas, makan, motivasi, pencapaian, pengalaman, philosophy, proses, rata-rata, rugi, sadar, sedikit, sikap, tail, tantangan, tulang |
Permalink
Ditulis oleh andi