investasi ilmu dan amal

23 September, 2016

Hadits ketiga yang tercantum pada arbain nawawi diriwayatkan oleh Imam Turmuzi dan Imam Muslim dari sahabat Abdullah bin Umar bin Al-Khattab, yang menyatakan bahwa Islam dibina di atas lima perkara: persaksian bahwa tidak ada Tuhan yang berhak disembah kecuali Allah dan nabi Muhammad adalah utusan Allah, penegakkan salat, penunaian zakat, pergi haji ke baitullah, dan puasa ramadan.

hadits ini berisi tentang pondasi Islam, tidak cukup dengan mengetahui ketuhanan Allah sebagai satu-satunya Tuhan yang berhak disembah, iman itu juga menuntut persaksian bahwa Nabi Muhammad -sallallahu alaihi wasallam- adalah utusan pembawa risalah Tuhan, yang mengajarkan umat tentang ilmu mengenal Allah, hak dan kewajiban yang ada di antara Allah dengan hamba-Nya. pondasi keislaman berikutnya adalah pengamalan, yaitu salat, zakat, haji, dan puasa. ilmu itu akan melahirkan amal sedangkan ilmu adalah jalan keimanan. tidak bermanfaat amal tanpa iman demikian juga tidak bermanfaat iman tanpa amal.

jika hadits pertama dan kedua pada arbain nawawi diriwayatkan dari khalifah Umar bin Al-Khattab, maka hadits ketiga ini diriwayatkan oleh salah seorang anaknya, yaitu Abdullah bin Umar -semoga Allah meridai keduanya. sejarah mencatat bahwa Abdullah bin Umar adalah salah seorang sahabat yang menjadi sumber rujukan ilmu (ulama) bagi umat Islam di masanya. sebagaimana kata pepatah, buah tak jatuh jauh dari pohonnya. anak-anak yang berdedikasi terhadap ilmu akan lahir dari orang tua yang memiliki komitmen serta pelayanan terhadap ilmu.

ilmu yang bermanfaat adalah investasi yang terus menghasilkan selama masih dimanfaatkan, adapun anak saleh yang mendoakan adalah hasil dari investasi ilmu dari orang tua kepada anak-anaknya. khalifah Umar bin Al-Khattab memahami hal ini dengan sangat baik dan berhasil mengumpulkan hasilnya dari kedua jenis investasi tersebut. maka apakah kita tidak tertarik untuk memulainya? Semoga Allah melimpahkan taufik.

@ndi, 21121437


hijrah ilmu

21 September, 2016

​banyak orang mengira dunia yang dia peroleh sebagai tanda keridaan dari Allah pada dirinya: kesehatan, harta, wanita, anak-anak, jabatan, usaha yang berkembang. sehingga mereka hanya mau berhijrah dari suatu kondisi kekurangan menuju keberlimpahan.

adapun jika kondisinya tidak jelas, atau akan mengurangi pendapatannya, atau kehilangan posisinya, sangat sulit mengiyakan untuk berhijrah.

padahal Nabi -sallallahu alaihi wasallam- telah bersabda bahwa barangsiapa yang hijrahnya kepada dunia yang dia cari atau kepada wanita yang ingin dinikahi, maka hijrahnya itu kepada apa yang ditujunya. diriwayatkan oleh imam al-bukhari dan imam muslim.

hadits tersebut mengajarkan bahwa, hijrah tergantung pada niatnya. setiap orang akan memperoleh hasil sesuai apa yang dia niatkan. 

maka, ketika berhijrah pun, niatkanlah yang terbaik, berlimpah, dan lebih bermanfaat. hijrah kepada Allah dan Rasul-Nya, sudah barang tentu “the best” lah. Allah yang telah menciptakan pasti menjamin hidup kita dengan kecukupan.

tahukah bahwa hadits itu diriwayatkan dari khalifah umar bin al khatthab? seorang sahabat terbaik yang dimiliki oleh Islam, yang telah berhijrah menuju Allah dan Rasul-Nya, berjuang bersama Rasulullah, dan masyarakat Islam di masa pemerintahannya selama 10 tahun adalah masyarakat yang cemerlang.

dan sebagai khalifah, kepala negara, penguasa dunia, ia sendiri tidak perlu malu untuk meriwayatkan hadits. sebagai bukti hijrahnya yang tulus dan sikapnya yang rendah hati untuk memuliakan ilmu.
Semoga Allah melimpahkan taufik.
@ndi, 19121437


adab menuntut ilmu

20 September, 2016

​ketika malaikat jibril menyamar sebagai seorang lelaki tak dikenal datang di hadapan Rasulullah -sallallahu alaihi wasallam- dan bertanya jawab tentang islam, iman, ihsan, dan sebagian tanda-tanda kiamat -sebagaimana diriwayatkan oleh Imam Muslim- sesungguhnya dia sedang mengajarkan agama dengan cara yang indah.

bukan saja karena isi tanya jawabnya yang berbobot dan menjadi rukun keislaman yang wajib diketahui setiap muslim. melainkan terlebih utama adalah adab dalam menuntut ilmu. lihat betapa jelasnya ilustrasi adab yang diperagakan oleh malaikat Jibril: 

bagaimana penampilannya, rambutnya yang klimis, pakaian yang putih bersih, cara duduk di hadapan ahli ilmu, cara bertanya yang baik, cara membenarkan pernyataan guru, cara menyimak pelajaran. sungguh itulah model adab terbaik yang semestinya dimiliki oleh setiap penuntut ilmu.

dengan berkembangnya dunia digital dan internet, kita kehilangan lebih banyak lagi adab. padahal ilmu tidaklah didapat kecuali dengan adab yang benar. padahal ilmu diraih untuk menjadi beradab dan berperadaban. akan tetapi hilangnya adab menjadikan kebiadaban.

ilmu tidak lagi dicari dari majelis taklim ataupun pondok pesantren. para ustaz dijatuhkan martabatnya. pendapat para ulama saling dibenturkan. penempuh jalan internet kehilangan rasa dalam menghargai ilmu.

orang-orang yang tidak saling mengenal,secara tiba-tiba saling terhubung. berkomunikasi tanpa batasan ruang dan waktu. sebagian masih berpegang pada prinsip untuk menjaga maruah satu sama lain. sebagian lainnya terbuka dan saling menyerang dengan prasangka masing-masing. orang mulia dihinakan, orang hina ditinggikan. 

maka dari itu, jika kita benar-benar ingin meraih faedah ilmu dan keberkahannya, serta iringan doa dari ulama yang mengajarkan ilmu, sudah sepatutnya kita memperbaiki penampilan, berlatih kesopanan, membiasakan pembicaraan yang  bermanfaat, serta menjaga adab. 

semoga Allah melimpahkan taufik.
@ndi, 18121435


tentang kebahagiaan

28 Juli, 2016

tumblr_static_tumblr_static_50qpcrvxy1og48oo0k4c8k00c_640

kebahagiaan itu sungguh tidak berhenti di kematian yang indah (husnul khatimah), melainkan terus berlangsungnya manfaat dari harta yang disedekahkan (sedekah jariyah), kesinambungan manfaat ilmu yang diajarkan, dan anak-anak saleh yang mendoakan.


 

Siang hari itu setelah salat zuhur berjamaah, seorang kyai muda duduk di kursi kajian ilmu di dekat mimbar masjid menyampaikan syarah kitab Al-Irsyadul Ibad, bab “Hal yang diucapkan oleh orang yang sakit”. Sang kyai muda berbicara dengan jelas dan berbahasa yang sangat mudah dipahami.

Di antara pembahasan bab adalah kalimat tahlil “la ilaha illallah” yang dianjurkan untuk diucapkan atau ditalqinkan kepada orang yang sakit atau sekarat. Hal demikian karena kalimat tahlil adalah kalimat yang paling mudah diucapkan, bahkan oleh orang yang sekarat yang biasanya kesulitan berbicara. Hanya dengan menggerakkan lidah tanpa perlu mengatupkan kedua bibir.

Sangat menarik bagaimana beliau mengupas hikmah tersebut, tentu saja karena kedalaman ilmunya. Kyai muda ini duduk melanjutkan kajian ilmu yang sebelumnya diampu oleh mendiang ayahandanya, seorang kyai sepuh yang belum lama saja wafat. Beliau mengakhiri kajian dengan mendoakan kebaikan bagi hadirin dan terkhusus bagi sang kyai sepuh.

Dikisahkan oleh seorang ustaz, bahwa sang kyai sepuh dalam kondisi sakit sebelum meninggalnya telah menamatkan ibadah puasa Ramadan dengan sempurna dan juga melazimkan salat sunah setelah wudu. Beberapa hari setelah Idul Fitri, dalam keadaan hendak melakukan salat tahajud, malaikat maut menjemputnya.

Mendiang kyai sepuh adalah contoh orang yang dibahagiakan: kematiannya begitu indah, kedermawanannya begitu diakui, kajian ilmu yang disampaikannya begitu menyentuh hati dan menggerakkan amal, dan ia dikaruniai anak yang juga menjadi kyai. Semoga Allah merahmatinya.

@ndi, 23101437

 


jaga bicaramu

17 Mei, 2016

tahukah kamu, semakin banyak bicara sama sekali tidak menunjukkan kehebatan dan kelebihanmu, sebaliknya malah kelemahan dan kekuranganmu.

orang yang berilmu lebih tinggi daripada kamu, justru lebih banyak mendengarkan dan memberikan kesempatan lawan bicaranya untuk bercerita.

@ndi, 09081437


Periksa lagi pondasi rumah kita

11 November, 2015

image

Pernahkah kita memikirkan tentang pondasi rumah kita? Apakah sama rumah yang dibangun di atas ketaatan dengan yang di atas hawa nafsu?

Jika rumah itu adalah bangunan fisik yang dibina dengan batu, dinding dan atap, mungkin perlu renovasi besar yang menghabiskan biaya besar untuk memperbaiki dan memperkokoh pondasinya.

Untungnya rumah bukanlah sekadar bangunan fisik. Sejatinya ia adalah bangunan jiwa. Apabila ia perlu perbaikan, maka renovasi yang perlu dilakukan adalah perbaikan jiwa.

Akan tetapi perbaikan jiwa tidaklah semudah perbaikan fisik. Ia memerlukan keikhlasan dan kelapangan hati. Untuk memperbarui niat dan mengazamkan tekad. Memelajari lagi ilmunya dan bersabar dalam membina.

Karena sabar bukan melulu di atas musibah dan takdir. Tetapi sabar yang utama ada di atas ketaatan dan kebersamaan. Semoga Allah memberkahi.

@nd, 28011437


menjauhi fitnah

31 Maret, 2015

Nasihat emas dari Syaikh Salih al-Suhaymi dari Masjid Nabawi, agar menjauhi fitnah dan menyibukkan diri dengan menuntut ilmu yang bermanfaat.

View on Path


ilmu

7 Desember, 2014

Semakin berilmu semakin tawadu. Sebagaimana bulir padi semakin berisi semakin merunduk. Begitu pula air yang tenang menghanyutkan.

Sebaliknya, lalai berilmu membusungkan dada. Sebagaimana tong kosong nyaring bunyinya. Begitu pula air beriak tanda tak dalam.

View on Path


هل تتكلم العربيه

12 Maret, 2014

1.

“هل تتكلم العربيه؟”

Seseorang tiba-tiba memberi salam kepada saya yang sedang berjalan di pelataran Masjid Nabawi dan bertanya dengan pertanyaan tersebut. Tergagap, saya pun menjawab, “I am sorry, أنا لا أتكلم العربية”

Orang itu tersenyum kemudian mengucapkan terima kasih dalam bahasa arab dan pergi meninggalkan saya. Saya mengira dia hendak menanyakan sesuatu namun tidak jadi karena saya tidak berbahasa yang sama dengannya.

2.

Lain waktu saya menghadiri majelis tahsin alquran setelah subuh dibimbing seorang syaikh. Setiap hadirin selesai membaca, syaikh mengomentari dan bercakap sebentar dengannya. Pada giliran saya membaca beliau menyimak dengan saksama, kemudian mencukupkan bacaan saya dan bertanya, “جيد ، هل أنت أندونيسي؟”

Terkesima, saya pun menjawab, “نعم، أنا اندونيسي”

Beliau tersenyum dan mendoakan keberkahan lalu beralih kepada giliran berikutnya.

3.

Usai mengikuti pengajian tafsir Juz Amma berbahasa Indonesia di Masjid Nabawi yang dibawakan oleh Ustaz Firanda, seorang pemuda mendatangi saya dan bertanya, “Excuse me, in what language the talk was presented?” Saya pun menjawab pertanyaannya dengan bahasa Inggris dan terjadi percakapan beberapa saat dengannya. Pemuda yang berasal dari suatu daerah di Turki itu tidak terlalu fasih berbahasa Inggris namun kami berusaha saling memahami.

4.

Pada kesempatan saya menghadiri majelis taklim bada magrib di Masjidil Haram, saya berharap dengan beraneka ragamnya peziarah mendapati orang yang saya dapat berkomunikasi dengannya. Saya membuka pertanyaan dengan orang yang duduk di samping saya, “Excuse me, who is the sheikh who was giving a lesson?” Orang itu pun menjawab, “باللغة العربية، من فضلك”

Saya kaget, lalu bertanya dengan terbata-bata, “ما هو اسم الشيخ؟” Orang itu pun menjawab, “أنا لا أعرف؟” Kami pun kembali menyimak pelajaran tanpa berpanjang kalam.

5.

Setiap waktu salat berjamaah yang saya hadiri di Masjidil Haram maupun di Masjid Nabawi, saya merasa bersyukur dapat menjadi salah seorang makmum. Menikmati kesyahduan lantunan qiraah para imam yang  selama ini bacaannya hanya didengar melalui rekaman. Namun untuk menghayatinya sepenuh hati, barulah pada ayat-ayat yang sering saya dengar atau yang saya hafal dan diketahui maknanya.

6.

Suatu ketika saya mengunjungi maktab atau perpustakaan yang berada di sisi barat Masjid Nabawi. Melihat koleksi buku-buku yang terpampang di sana, terbayang betapa banyak pengetahuan yang tersedia dan siap untuk dibaca oleh para penuntut ilmu. Saya memindai setiap rak mencari-cari buku yang dapat saya baca. Hati dan perasaan saya bergolak, tak terasa saya pun menitikkan air mata. Mendapati diri ini tak mampu memetik sedikitpun faidah dari ribuan buku yang ada, hanya karena kemampuan berbahasa yang minim.

7.

-epilog-

Dari Hasan Al-Bashri, beliau pernah ditanya, “Apa pendapat Anda tentang suatu kaum yang belajar bahasa arab?” Maka beliau menjawab, “Mereka adalah orang yang baik, karena mereka mempelajari agama nabi mereka.”


mencari ketenangan jiwa

8 Maret, 2014

Betapa banyak manusia yang mencari ketenangan jiwadengan lari kepada minuman keras, penyalahgunaan narkotika, atau tempat-tempat hiburan. Yang semua itu sama sekali tidak menghilangkan kegundahan dan kerisauan, malah mendatangkan tambahan persoalan dalam hidup mereka.

Padahal seandainya seorang yang berislam dengan jujur mau mengetahui, ketenangan itu didapatkan dengan menghadiri majelis ilmu. Sebagaimana diriwayatkan oleh imam Muslim, Abu Dawud dan Ibnu Majah, dari Abu Hurairah radiyallahu anhu bahwasanya Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda:

Tidaklah suatu kaum berkumpul di satu rumah Allâh, mereka membacakan kitabullâh dan mempelajarinya, kecuali turun kepada mereka ketenangan, dan rahmat menyelimuti mereka, para malaikat mengelilingi mereka dan Allâh memuji mereka di hadapan makhluk yang ada didekatnya.

Semestinya banyak yang berebutan menghadiri majelis ilmu untuk mendapatkan ketenangan yang selama ini ia cari. Kegelisahan yang selama ini ia ingin lari darinya demi mendapat keteduhan, kecuali akan ia dapatkan di majelis ilmu. Karena di dalamnya dibacakan ayat-ayat Alquran dan hadits nabi, dan telah dijanjikan ketenangan jiwa sebagaimana disebutkan dalam hadits di atas.

faedah dari taklim bada magrib di masjid almuhajirin wal anshar oleh ust. Wira al-Bangkawy. 8/3/14


%d blogger menyukai ini: