Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Semoga keselamatan atas Anda sekalian, beserta rahmat Allah dan keberkatan dari-Nya.
View on Path
Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Semoga keselamatan atas Anda sekalian, beserta rahmat Allah dan keberkatan dari-Nya.
View on Path
obrolan antara baba dengan tsuraya sambil menyuapi makan siang.
baba: mba aya, kalau kamu malas makan, nanti tidak bisa menegakkan badan.
tsuraya: jadi lemes ya ba?
baba: iya, ga bisa beribadah dengan baik. hanya berbaring saja.
tsuraya: seperti orang mati?
baba: maka itu kita makan agar tetap hidup.
tsuraya: kalo orang mati nanti jadi pocong ya ba.
eyang ikut menimpali: orang mati itu dibungkus kain kafan.
baba: iya, pocong itu kain kafan yang membungkus mayat.
tsuraya: terus nanti pocongnya bangun, menakut-nakuti orang ya ba?
eyang: mana sempat menakuti orang? mayat itu kalau sudah dikubur sibuk menghadapi pertanyaan malaikat.
baba: iya mbak. yg menakut-nakuti orang itu namanya hantu.
tsuraya: hantu kan setan ya ba?
baba: iya, hantu atau jin yang nakal, itu temannya setan. orang biasa gak bisa melihat mereka.
tsuraya: setan kan hanya bisa dilihat oleh temannya ba.
eyang: wahaha… kalau begitu yang bisa melihat setan sama dengan temannya setan dong?
tsuraya: iya, hihihi. temannya setan.
baba: maka beruntunglah kita yang tidak diperlihatkan, bukan termasuk temannya setan.
tsuraya: aya gak mau ah jadi temannya setan.
baba: makanya, makannya yang lahap dan jangan malas ya!
tsuraya: oke deh ba!
Ada yang bilang karakter seseorang dapat dilihat dari caranya makan ikan. Biasanya hidangan ikan terbagi ke dalam 3 bagian: kepala, badan, dan ekor. Untuk ikan yang lebih kecil cukup 2 bagian saja: kepala dan ekor. Pemilihan bagian ikan yang akan dimakan ditentukan oleh alam bawah sadar. Sikap tersebut biasanya dapat menjelaskan sikap lahiriah lainnya.
Seseorang yang memilih bagian ekor biasanya mendapatkan bagian yang sedikit yaitu sirip ekor dan sebagian daging di sekitar ekor. Sedangkan yang memilih bagian badan biasanya mendapatkan bagian yang banyak berupa daging ikan. Jika seseorang memilih bagian kepala ia mendapatkan bagian yang sedikit dan tersulit karena harus menghadapi tulang-tulang kepala ikan, apalagi jika berjuang untuk mendapatkan otak ikan tentu lebih sulit lagi.
Berdasarkan pembacaan karakter, kebanyakan orang memilih badan ikan: tidak sulit dan mendapat bagian yang banyak. Orang-orang ini menjadi orang kebanyakan dan menjadi kelas rata-rata. Mereka menikmati hidupnya dan memperoleh sebatas yang ia usahakan. Sedangkan orang-orang yang memilih ekor ikan jauh lebih banyak lagi: sangat mudah namun mendapat bagian yang sedikit. Orang-orang ini memperoleh sisa-sisa dari apa yang sudah dihabiskan oleh orang-orang pertama. Sekeras apapun usahanya, mereka telah dicukupkan dengan apa yang sudah ditentukan: bagian yang sedikit.
Mari kita tanyakan kepada penggemar ikan kakap, gulai terenak untuk ikan kakap bukanlah bagian badan maupun ekornya, melainkan kepalanya. Tanyakan pula mengapa mereka rela merepotkan diri menyantap gulai kepala kakap. Kebanyakan mereka menyukai tantangan, eksotisme pengalaman, dan menikmati proses pencapaian kepuasan. Mereka tidak peduli berapa besar mereka peroleh sebagai hasil kerja. Mereka sangat menikmati perolehan-perolehan yang luar biasa, tidak banyak memang, namun berkualitas.
Sepertinya pilihan kita di dalam hidup akan menentukan tingkat kenyamanan hidup kita sendiri. Di antara dua sisi ketidaknyamanan, perbedaan sikaplah yang membuat kita mampu menikmatinya: dengan biasa-biasa saja, rata-rata, atau berkualitas. Sebaiknya hindari memilih hidup yang tidak berkualitas: sudah rugi di dunia, rugi pula di akhirat. Semoga Allah memperbaiki sikap dan kualitas hidup kita.
Setiap kali tiba waktu makan, kami mengajak pemandu kami di Beijing untuk makan bersama dan setiap itu pula ia menolak. Ia memilih untuk makan di meja yang berbeda, bersama dengan pengemudi bus kami. Ketika kami tanyakan alasannya, ia hanya menjawab, “working lunch” atau “working meal”. Pada awalnya kami tidak memahami maksudnya, karena hal itu berbeda dengan kebiasaan di negeri kami. Seiring waktu bersamanya, kami mulai mengerti bahwa sudah menjadi “code of conduct” alias tata krama bahwa pemandu dan pengemudi telah dibayar untuk melayani tamu, tidak sepantasnya duduk dalam satu meja makan.
Pada makan malam terakhir, kami sengaja mengundang sang pemandu untuk duduk bersama kami. Kali itu bukanlah “working dinner” karena berasal dari luar paket pelayanan mereka. Selesai makan malam, ia terlihat sangat senang dan berterima kasih.