Doa supaya dapat membayar utang

14 April, 2015

41.

اللَّهُمَّ اكْفِنِي بِحَلاَلِكَ عَنْ حَرَامِكَ، وَأَغْنِنِي بِفَضْلِكِ عَمَّنْ سِوَاكَ

Ya Allah, cukupkanlah aku dengan segala perkara yang telah Engkau halalkan daripada segala perkara yang telah Engkau haramkan. Kayakanlah aku dengan kelebihan Engkau daripada meminta kepada orang lain.

At-Tirmizi 5/560.

اللَّهُمَّ إِنِّي أَعْوذُ بِكَ مِنَ الهَمِّ وَالْحَزَنِ، والعَجْزِ والكَسَلِ، والبُخْلِ والجُبْنِ، وضَلْعِ الدَّيْنِ وغَلَبَةِ الرِّجَالِ

Ya Allah, aku berlindung denganMu dari ditimpa kesusahan dan kedukaan, dari kelemahan dan kemalasan, dari kedekut dan perasaan takut dan dari desakan utang dan paksaan orang.

Al-Bukhari 7/158.

#hisnulmuslim

View on Path


be a good muslim

8 Februari, 2015

Be a good muslim!

View on Path


Negeri muslim

25 November, 2014

Negeri ini punya banyak menara. Corong kumandang azan. Sahut menyahut. Lima kali sehari.

Negeri ini punya banyak masjid. Ramai jamaah bersalat jumat. Tumpah ruah. Tiap seminggu sekali.

Negeri ini punya banyak majelis zikir. Para wanita dan pria, tua dan muda. Larut dalam wirid.

View on Path


mengapa (tidak) merokok?

29 September, 2014

image

Tsuraya, 6 tahun, sering melihat orang dewasa merokok, tetapi dia tidak pernah melihat Baba melakukannya. Dalam sebuah kesempatan ia pun bertanya, “Baba, mengapa tidak merokok?”

Baba menatap wajah putrinya itu dengan penuh sayang. “Menurut kamu, apa manfaat rokok?” tanya Baba.

“Ee…,” Tsuraya mencoba mengingat-ingat tulisan di iklan, “rokok, membunuhmu.”

“Nah, seorang muslim selalu berupaya meninggalkan hal-hal yang tidak bermanfaat,” Baba mencoba menjelaskan, “apalagi jika diketahui hal itu justru mencelakakan dirinya.”

Tsuraya mengangguk paham, kemudian pergi melanjutkan bermain.


mengunjungi pasar buku

10 Maret, 2014

Buku adalah jendela pengetahuan. Di antara upaya kami mengenalkan anak-anak pada buku adalah mengunjungi pasar buku. Biasanya kami menikmati waktu untuk berkeliling, memilih dan memilah buku mana saja yang akan dibeli dan dibawa pulang untuk menambah koleksi dalam lemari buku kami. Namun mengunjungi IBF 2014 di Istora Senayan pada hari Ahad, 9 Maret 2014 lalu, membawa kesan berbeda.

Memasuki lokasi, setelah memarkir kendaraan, kami langsung menuju ke lantai 2 untuk melihat Pameran Pedang Nabi. Masuk ke ruangan yang diset agak gelap dikutip Rp20 ribu per orang, kami menikmati keindahan pedang, tongkat, dan sandal peninggalan yang dinisbatkan kepada para nabi dan para sahabatnya. Tidak jelas bagi kami apakah benda-benda yang dipajang itu adalah asli atau replika, sedangkan penjagaan yang disediakan tidaklah seketat penjagaan benda-benda purbakala di museum.

Kami turun menuju kios-kios buku yang disewa oleh para penerbit buku-buku Islam di Indonesia. Begitu banyak yang menarik seperti judul, tampilan, hingga potongan harga yang ditawarkan oleh setiap kios. Hanya saja, kita mesti selektif dalam membeli. Jangan sampai buku-buku yang kita beli tidak bermanfaat atau malah menyesatkan. Sikap selektif ini membuat kami lebih mudah menentukan kios mana yang akan kami hampiri.

Namun anak-anak kami ternyata kurang menikmati suasana pasar buku yang ramai, sesak dan ingar-bingar. Apalagi tidak menemukan buku yang dicari, anak-anak makin gelisah. Bertambah tidak nyaman ketika lantunan musik hip-hop dari panggung utama terdengar membahana di saat yang semestinya dikumandangkan azan asar. Akhirnya kami putuskan keluar gedung, untuk mencari teduh dan meninggalkan pasar buku di hari terakhirnya.


memaknai doa agar hujan berhenti

22 Januari, 2014

Ketika musim banjir dan hujan sekarang, beredarlah doa populer yang berasal dari hadits yang diriwayatkan oleh Imam Al-Bukhari dan Imam Muslim dari sahabat Anas bin Malik radiyallahu anhu:

اَللَّهُمَّ حَوَالَيْنَا وَلاَ عَلَيْنَا، اَللَّهُمَّ عَلَى اْلآكَامِ وَالظِّرَابِ، وَبُطُوْنِ اْلأَوْدِيَةِ وَمَنَابِتِ الشَّجَرِ

“Ya Allah! Hujanilah di sekitar kami, jangan kepada kami. Ya, Allah! Berilah hujan ke dataran tinggi, beberapa anak bukit, lembah dan beberapa tanah yang menumbuhkan pepohonan.”

Kemudian beredar pula tanggapan apakah doa itu masih relevan dengan kondisi baik waktu dan tempatnya? Lalu mengorelasikan dengan asbabul wurud Rasulullah membacakan doa tersebut? Dan mendiskusikan antara tekstual dan kontekstual doa tersebut?

Sebenarnya jika kita mau merenungi dan memahami, bahwa baik tekstual dan kontekstual serta kondisional dari doa tersebut, kita akan menemukan betapa banyak faidah dan relevansi doa itu bagi kita. Teks lengkap doa itu bisa kita baca di sini. Secara ringkasnya, seseorang datang kepada Nabi shallallahu alaihi wasallam mengeluhkan kemarau yang membinasakan dan untuk berdoa minta hujan. Setelah Rasulullah berdoa, hujan turun selama sepekan dan tidak berhenti. Orang itu datang kembali karena hujan telah membinasakan, maka Rasulullah membaca doa di atas sehingga hujan berhenti dan matahari kembali bersinar cerah.

Dalam kondisi hujan dan bencana banjir yang kita hadapi, tentu tidak ada ruginya kita membaca doa tersebut. Di antara faidah yang bisa kita petik:
1. Mengikuti amal yang dilakukan oleh Rasulullah shallallahu alaihi wasallam. Semua orang tahu dan sepakat bahwa sikap ittiba’ adalah kecintaan yang sempurna kepada beliau, dan tentu saja mendapat pahala.
2. Doa itu berisi agar hujan dialihkan ke tempat selain pemukiman, karena lebih membutuhkan dan lebih memberi manfaat. Allah maha mengetahui di mana tempat-tempat yang tepat untuk diturunkannya hujan yang bermanfaat. Maka doa ini mengajarkan kita untuk percaya dan mengembalikan keimanan kita seutuhnya dan murni kepada Allah saja.
3. Doa itu menyebutkan tempat-tempat agar hujan dialihkan yaitu dataran tinggi, perbukitan, lembah dan tanah subur. Apabila kita lihat kondisinya sekarang, tempat-tempat itu sudah rusak dan tidak berfungsi sesuai peruntukkannya. Ketika melihat iklan pengembang pemukiman: BEBAS BANJIR, kita akan dapati pemukiman tersebut berada di Daerah Aliran Sungai (DAS) atau Daerah Resapan Air (DRA). Maka karena kerusakan yang kita buat sendiri, wajar saja jika banjir melanda.

Bagaimanapun, secara harafiah dan maknawi, doa ini telah mengajak kita merenungi kembali apakah kita telah benar-benar mengikuti Rasulullah shallallahu alaihi wasallam. Semoga dengan mengamalkannya, Allah segera menghentikan hujan dan menerbitkan kembali cerahnya sinar matahari. Wallahu a’lam.


investasi huruf ba

10 Oktober, 2013

Bagi para pengusaha, return of investment (ROI) adalah tolok ukur pencapaian investasi yang diharapkan. Apabila sebuah investasi telah mencapai ROI pada saat itulah disebut breakeven point (BEP) atau balik modal. Ketika ROI sudah melampaui BEP, pengusaha tinggal menikmati keuntungan sampai habis usia produktivitas modal tersebut. Semakin tinggi BEP atau semakin lama balik modal maka risiko kerugian pun semakin besar. Sebaliknya, semakin rendah BEP atau semakin cepat pengembalian modalnya maka semakin kecil risiko kerugian. Oleh karena itu pemilihan investasi biasanya didasarkan kepada rendahnya BEP.

Kebanyakan pengusaha menginginkan untuk mendapatkan investasi dengan ROI setinggi-tingginya dan BEP (sekaligus risiko) serendah-rendahnya. Untuk mendapatkan hal tersebut hanya dengan cara-cara berikut: berinvestasi pada hal yang sudah pasti dan nyata hasilnya, menaikkan harga jual, atau menurunkan bahkan menghilangkan biaya tetap. Kenyataannya sangat sulit memperoleh kondisi ideal yang diinginkan.

Dalam ajaran Islam, setiap pemeluknya sangat dianjurkan menjadi umat yang cerdas, baik dalam urusan ibadah maupun urusan penghidupan. Sangat tidak diharapkan apabila seorang pemeluk Islam bekerja keras dalam kedua urusan tersebut namun tidak memperoleh pembayaran yang layak dan wajar apalagi merugi dunia dan akhirat. Oleh karenanya banyak sekali jenis perniagaan dan investasi yang ditawarkan oleh Allah bagi umat Islam yang menjanjikan ROI sangat tinggi dengan BEP dan risiko yang boleh dikatakan rendah. Risiko tersebut menjadi rendah hanya dengan 2 syarat: ikhlas karena Allah, dan mengikuti (ittiba) sunnah Rasulullah (sesuai pemahaman salafus salih).

Di antara jenis investasi yang ditawarkan adalah “investasi huruf ba”. Bagi kebanyakan orang huruf ba dianggap huruf biasa yang terdapat di dalam abjad arab. Namun hanya sebagian kecil yang menganggapnya luar biasa, apalagi memiliki ROI yang sangat luar biasa. Di dalam aktivitas kehidupan para pemeluk Islam, huruf ba ini diaplikasikan kepada banyak hal. Sebagai salah satu huruf dari huruf-huruf Alquran, apabila dibaca huruf ba bernilai 10 kebaikan.

Adalah kebiasaan umat Islam untuk membaca “bismillah” setiap kali mengawali aktivitasnya. Hal itu sangat dianjurkan dan menunjukkan kepasrahan kepada Allah. Apabila tidak ada huruf ba pada kalimat “bismillah” maka kalimat itu menjadi tidak berarti. Dalam sehari semalam, dapat dipastikan seorang muslim membaca kalimat “bismillah” minimal 22 kali. Angka itu diperoleh dari jumlah rakaat salat wajib karena membaca surat Al-Fatihah dan ketika memulai wudu. Sehingga jika ia memenuhi syarat, ia berhak memperoleh 220 kebaikan. Belum lagi jika dalam memulai aktivitas lainnya ia juga membacanya tentu akan lebih banyak kebaikan yang diterimanya.

Akan tetapi, investasi huruf ba tidak berakhir di sini. Allah juga menjanjikan bahwa siapapun yang memberi contoh kebaikan di dalam Islam, maka si pemberi contoh akan mendapatkan nilai kebaikan yang setara apabila contoh itu diamalkan oleh orang lain dan orang-orang setelahnya tanpa mengurangi pahala mereka. Dengan kata lain apabila kalimat “bismillah” sebagai kalimat yang baik kita contohkan kepada orang lain, maka dari 1 orang yang mengamalkannya kita berhak mendapatkan minimal 220 kebaikan yang sama. Bagaimana kalau lebih dari 1 orang, tinggal dikalikan saja. Luar biasa! Duhai betapa beruntungnya para guru ngaji yang mengajarkan huruf ba.

Karena investasi huruf ba sudah jelas dan pasti hasilnya, jelas tinggi harga jualnya (nilai pahalanya) dan tidak membutuhkan biaya. Dapat dipastikan bahwa berinvestasi pada huruf ba, akan memperoleh ROI yang tinggi dan BEP (sekaligus risiko) yang rendah.

Namun, jangan berkecil hati jika kita tidak menjadi guru ngaji. Investasi terbesar bagi setiap orang tua adalah anak-anak yang dititipkan oleh Allah baik secara kandung, maupun secara asuh. Jika orang tua menginginkan bagian yang banyak pada investasi huruf ba, sangat dianjurkan untuk mulai mengajari anak-anaknya membaca huruf ba secara baik dan benar. Tentu dengan tetap memenuhi 2 syarat: ikhlas dan ittiba. Insya Allah mendapatkan ROI dan BEP yang diharapkan.


puasa dan salat

14 Juli, 2013

“baba, orang islam kan harus salat ya?” tanya radya. “kalau tidak salat bagaimana, mas?” baba balik bertanya. tanpa ragu radya menjawab, “kalau tidak salat ya kafir, bukan orang islam.”

“mas radya benar. yang membedakan antara orang islam dengan orang kafir adalah salat. barangkali non muslim punya tata cara sembahyangnya sendiri tetapi tidak seperti salatnya orang islam,” baba menjelaskan, “menunaikan salat lima waktu, selain sebagai kewajiban orang islam memenuhi salah satu rukun islam, juga sebagai tanda kesyukuran kita atas segala karunia yang Allah limpahkan. oleh karenanya tidak boleh kita tinggalkan sama sekali.”

“makanya kalau ada orang islam tidak salat, bagaimana mas?” tanya baba. “seperti non muslim dong, ba!” sahut radya.

***

“baba, puasa itu kan tidak makan tidak minum ya?” tanya radya. “berapa lama tidak makan dan tidak minumnya, mas?” baba balik bertanya. “dari subuh sampai isya,” jawab radya sekenanya. “hanya sampai magrib, sayang,” baba menjawab, “kalau sampai isya namanya menyelisihi aturan Allah.”

“orang kafir puasa gak, ba?” tanya radya. “barangkali mereka puasa, tetapi tidak seperti puasanya orang islam. walaupun orang kafir berpuasa namun sayangnya tidak diterima oleh Allah,” jawab baba. “kenapa tidak diterima, ba?” tanya radya ingin tahu. “karena syarat wajibnya puasa adalah berislam.” jawab baba ringkas.

“kalau puasanya full kan dapat pahala ya, ba?” tanya radya. “insya Allah dapat, dan ketika berpuasa kita tetap harus melakukan ketaatan kepada Allah, seperti salat lima waktu, bersedekah, membaca alquran, dan berbuat kebajikan .” jawab baba.

“bagaimana kalau orang islam berpuasa tapi tidak salat?” baba balik bertanya. radya menyahut, “tidak diterima puasanya, ba!”

“lho kok begitu, mas?” selidik baba yang heran dengan jawaban radya.

dengan gaya analitis radya menjawab, “begini ba. kan, orang islam harus salat, kalau tidak salat seperti orang kafir. orang kafir tidak diterima puasanya. jadi kalau ada orang berpuasa tapi tidak salat, maka puasanya tidak diterima.”

***


menafkahi istri dengan layak dan cukup

1 Februari, 2013

Ibnu Umar mengatakan: Rasulullah -shallallahu alaihi wasallam- dahulu menyerahkan tanah khaibar (untuk digarap), dengan upah setengah dari hasil buah dan pertaniannya. Dari hasil tersebut, beliau bisa menafkahi para istrinya sebanyak 100 wasaq pertahun. 80 wasaq berupa kurma, sedang 20 wasaq berupa sya’ir (jewawut/malt). Pada saat Umar menjadi khalifah, dia membagi (tanah khaibar itu), dan memberikan pilihan kepada para istri Nabi -shallallahu alaihi wasallam-, antara mengambil tanah dan pengairannya, atau (seperti sebelumnya) menerima hasilnya beberapa wasaq tiap tahunnya. Dan pilihan mereka berbeda-beda, ada yang memilih tanah dan pengairannya, ada juga yang memilih menerima hasilnya beberapa wasaq. Adapun Aisyah dan Hafshah, mereka berdua memilih mengambil tanah dan pengairannya. [HR Muslim]

Hadits tersebut diletakkan oleh Imam Muslim pada bab Musaqah pada Kitab Muzara’ah dalam kumpulan Shahih-nya. Secara bahasa, muzara’ah berarti muamalah atas tanah dengan sebagian yang keluar sebagian darinya. Dan secara istilah muzara’ah berarti memberikan tanah kepada petani agar dia (pemilik tanah) mendapatkan bagian dari hasil tanamannya. Misalnya sepertiga, seperdua atau lebih banyak atau lebiih sedikit dari itu. Musaqah adalah menyerahkan kebun beserta pohonnya, kepada pekerja, agar dirawat, dengan upah dari sebagian hasil buahnya. Hadits tersebut dijadikan dalil praktik muamalah mengambil manfaat dari hasil kebun atau sawah milik sendiri yang digarap oleh orang lain.

Di dalam hadits tersebut disebut bahwa praktik musaqah dilakukan oleh Nabi -shallallahu alaihi wasallam- terhadap tanah khaibar. Tanah khaibar diperoleh sebagai harta rampasan perang Khaibar yang berlangsung di penghujung bulan Muharam pada tahun ke-7 H. Karena tidak memungkinkan untuk dibawa ke Madinah, maka kebun kurma dan malt yang ada diserahkan kepada petani Yahudi (yang dahulu memilikinya) untuk digarap dengan upah sebesar setengah dari hasil pertaniannya. Hal ini menjadi dalil dibolehkannya bermuamalah dengan orang-orang Yahudi maupun non muslim lainnya.

Dari hasil pertanian yang menjadi hak kaum muslimin, Rasulullah -shallallahu alaihi wasallam- dapat memberi nafkah kepada para istrinya sebanyak 100 wasaq pertahun dengan perincian 80 wasaq berupa kurma, sedang 20 wasaq berupa malt. Secara matematis, 1 wasaq adalah 60 shaa’, sedangkan takaran 1 shaa’ setara dengan 2,5 kg. Sehingga nafkah sebesar 100 wasaq per tahun setara dengan 15 ton dengan pembagian 12 ton kurma dan 3 ton malt. Dengan demikian setiap bulannya Nabi -shallallahu alaihi wasallam- menafkahi para istrinya sebesar 1,25 ton hasil pertanian. Apabila menggunakan perbandingan harga saat ini (2012) dimana 1 kg kurma berkualitas baik adalah Rp100 ribu dan 1 kg malt berkualitas baik adalah Rp50 ribu, maka nafkah yang dikeluarkan oleh Nabi -shallallahu alaihi wasallam- setiap bulannya kurang lebih senilai Rp112,5 juta.

Pada tahun ke-7 H hingga wafatnya, Nabi -shallallahu alaihi wasallam- masih memiliki 9 orang istri dan 1 orang selir. Khalifah Abu Bakar –radhiyallahu anhu- tetap melanjutkan hak nafkah para ummul mukminin tersebut hingga di masa Khalifah Umar bin Khattab –radhiyallahu anhu– mengubah mekanisme pembagiannya.

Hal ini mengandung pelajaran bagi para suami untuk memperhatikan keluarganya dengan memberikan nafkah yang layak dan cukup yang bersumber dari harta yang halal dan berkah. Dimana nafkah tersebut masih dapat dinikmati keluarganya bahkan jauh setelah si suami wafat. Hal ini juga mengandung pelajaran bahwa khalifah sebagai pemerintah dapat campur tangan ke dalam masalah hak-hak pribadi apabila melihat maslahat yang lebih baik sehingga dapat bermanfaat lebih bagi kelangsungan bernegara. Wallahu a’lam.


it’s not how good you are

15 September, 2012

Bagi kita yang selalu berupaya menampakkan diri sebagai orang baik dan sudah melakukan segala sesuatunya baik-baik saja, barangkali akan merasa tidak nyaman apabila menghadapi tuntutan untuk lebih daripada apa yang telah kita sediakan. Paul Arden, dalam buku berjudul “It’s Not How Good You Are, It’s How Good You Want To Be” yang dikarangnya memberikan alasan-alasan yang jitu mengapa kita sebaiknya memerhatikan seberapa baik kita menginginkannya untuk diri kita sendiri.

Sebagai muslim, pencapaian kebaikan tidak hanya untuk kepentingan duniawi semata, melainkan juga harus mencita-citakan kebaikan akhirat yang lebih nyata dan kekal. Sebagaimana diriwayatkan oleh Imam Abu Daud, Imam Ibnu Hibban dan Imam Al-Baihaqi (semoga Allah merahmati mereka) bahwa Nabi shallallahu alaihi wasallam bersabda: “Sesungguhnya Allah murka, marah kepada setiap orang yang berilmu tentang dunia, bodoh tentang akhirat.”


%d blogger menyukai ini: