11 Februari, 2013
Sebagian umat merasa ada yang salah dalam keberagamaan mereka sehingga terus menerus berada dalam kehinaan: keterpurukan ekonomi dan kemiskinan, minimnya akses pendidikan dan kesehatan, ketidakberdayaan dalam hal kekuasaan, hilangnya kebanggaan sebagai umat yang besar. Mereka mencoba bangkit dan mengentaskan diri mereka dari semua kehinaan melalui pemberdayaan ekonomi umat dan pembiayaan berbasis syariah; membangkitkan semangat kewirausahaan melalui perdagangan, peternakan dan pertanian; mengetuk hati para dermawan untuk rumah sakit-rumah sakit dan sekolah-sekolah gratis yang dapat dinikmati kalangan ekonomi lemah; berjuang untuk penegakan syariah melalui sistem politik dan hukum; hingga tuntutan kembali kepada kekhalifahan sebagai pengejawantahan kekuasaan.
Tetapi perubahan secara signifikan tidak kunjung datang walaupun sepertinya tidak ada yang salah dengan cara-cara perubahan yang mereka tawarkan, karena Allah –jalla jallaluhu– sendiri telah berfirman:
إِنَّ اللَّهَ لَا يُغَيِّرُ مَا بِقَوْمٍ حَتَّى يُغَيِّرُوا مَا بِأَنْفُسِهِمْ
“…Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan sesuatu kaum hingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri….” [QS Ar-Ra’d: 11]
Bisa jadi, upaya pengentasan diri dari lembah kehinaan tidak berhasil karena cara pandang yang salah terhadap perubahan itu sendiri. Bisa jadi karena kita terlalu asyik dengan embel-embel dan slogan tanpa menyadari bahwasanya tidak ada bedanya secara praktik antara label syariah dengan praktik ribawi. Bisa jadi karena perniagaan, peternakan, dan pertanian telah melenakan kita sehingga lalai dari kewajiban-kewajiban yang harus ditunaikan seperti salat lima waktu dan berzakat. Bisa jadi pula orientasi kemakmuran duniawi membuat kita lupa dari perkara jihad.
Barangkali, kita perlu renungkan kembali solusi ilahiah sebagaimana yang ditawarkan oleh hadits berikut:
Rasulullah –shallallahu ‘alaihi wasallam– bersabda: “Jika kalian berjual beli dengan sistem ‘inah (riba), mengikuti ekor sapi, ridla dengan bercocok tanam dan meninggalkan jihad, maka Allah akan menguasakan kehinaan atas kalian. Allah tidak akan mencabutnya dari kalian hingga kalian kembali kepada agama kalian.” (HR. Abu Dawud)
Wallahu waliyyut taufiq.
Menyukai ini:
Suka Memuat...
Leave a Comment » |
jendela surau | Ditandai: agama, Allah, duniawi, ekonomi, embel, hadits, hukum, ilahiah, inah, jihad, kegemilangan, kehinaan, kejayaan, kekuasaan, kemakmuran, kemiskinan, kesehatan, kewirausahaan, khalifah, khilafah, label, muhammad, orientasi, pemberdayaan, pembiayaan, pendidikan, perdagangan, perniagaan, pertanian, peternakan, politik, praktik, riba, ribawi, rumah sakit, salat, sapi, slogan, solusi, sosial, syariah, zakat |
Permalink
Ditulis oleh andi
24 Oktober, 2012
profesionalisme itu dinilai dengan bagaimana kita bekerja dengan baik, bukan dengan bagaimana kita menguasai pekerjaan. (realita)
profesionalisme itu bekerja untuk dibayar sewajarnya, bukan bekerja sesuai bayaran. (realita)
profesional itu mengakui kekurangan dengan menawarkan perbaikan bukan dengan mengambinghitamkan pihak lain. (realita)
profesional itu memberikan hak giliran sesuai nomor antrian, bukan sesuai lamanya mengantri. (realita)
profesional itu menangani pekerjaan sedemikian sehingga terselesaikan dan memuaskan, bukan memuaskan sehingga terselesaikan. (realita)
profesional itu fokus kepada permasalahan dan berorientasi solusi, bukan fokus pada solusi dan mengembangkan masalah. (realita)
profesional itu bertanggung jawab terhadap keputusan yang diambil kemudian mengevaluasi hasil yang diraih. (realita)
profesional itu selalu sedia ketika dibutuhkan bukan selalu ada walau tidak dibutuhkan. (realita)
profesional itu tidak melulu menepati waktu yang dijanjikan, melainkan tepat guna dan tepat sasaran pada waktu yang tepat. (realita)
profesional itu mengerjakan sesuai kewenangan dan mengarahkan kepada yang berwenang, bukan menanggung kewenangan pihak lain. (realita)
profesional itu meletakkan pekerjaan kantor di kantor dan pekerjaan rumah di rumah dan tetap siaga di akhir pekan. (realita)
profesional adalah mengambil peran ketika semua pihak mengelak untuk berwenang dan berkepentingan 😦 (realita)
profesional adalah kita menghargai orang lain karena kedudukannya dan kita dihargai karena pencapaian prestasi. 🙂 (realita)
Menyukai ini:
Suka Memuat...
Leave a Comment » |
bilik madah, celengan pundi, sumur di ladang | Ditandai: ada, ahli, akhir pekan, antrian, bayaran, bekerja, berwenang, fokus, kambing hitam, kantor, kedudukan, masalah, orientasi, pekerjaan, penghargaan, prestasi, profesional, profesionalisme, realita, rumah, sedia, siaga, solusi, tanggung jawab, tepat guna, tepat sasaran, tepat waktu, upah, wewenang |
Permalink
Ditulis oleh andi