Khawatir

4 Juni, 2016

Di antara para salaf ada yang begitu khawatir ketika melalui hari demi hari selama sebulan tidak mendapati sedikitpun sakit atau musibah pada dirinya. Mereka takut apabila Allah membiarkan mereka tanpa masalah, yang berarti Allah membiarkan dosa yang ada pada diri mereka tanpa diampuni. Hal itu karena mereka meyakini sakit atau musibah adalah sarana penggugur dosa, dan setiap masalah adalah sarana meningkatkan level keimanan. Mereka bersabar dengan musibah dan bersyukur ketika ditimpa masalah. Sedangkan kita yang selalu berkeluh kesah ini, yang selalu merasa paling menderita sedunia, adakah bandingannya dengan mereka?

@ndi, 28081437


mengubah nasib

21 Agustus, 2015

image

“Allah tidak akan mengubah nasib suatu kaum kecuali mereka sendiri yang mengubahnya”. Kalimat ini seringkali dijadikan oleh para motivator usaha dalam membakar semangat peserta pelatihan.

Kemudian para peserta itupun banting tulang siang dan malam demi mengejar impian mereka untuk mengubah nasib menjadi lebih baik.

Eh, tunggu dulu. Nasib?

Kalau dibaca ayat yang dijadikan dalil tentang perubahan nasib ini, yaitu QS 13:11 (quran.com/13/11) justru tidak bicara tentang nasib. Ah, masa?

Ayat itu bicara tentang kondisi atau keadaan. Secara default Allah telah membuat manusia dalam kondisi yang paling baik dan berkelengkapan.

Coba tengok QS 95:4-5 (quran.com/95/4-5). Kemudian manusia menyalahgunakan kelengkapan itu, sehingga dikembalikan ke tempat yang paling rendah.

Kita harus merekonstruksi pemahaman ayat QS 13:11 menjadi:

Allah tidak akan mengubah kondisi yang ada pada suatu kaum kecuali mereka sendiri yang mengubah apa-apa yang ada pada diri mereka (memperburuk keadaannya).

Buruknya keadaan disebabkan oleh perbuatan dosa dan kerusakan yang dilakukan oleh manusia, menjadikan kebaikan yang telah Allah berikan pun hilang.

Kok bisa begitu? Waduh.
Selama ini kita salah kaprah dalam memaknai ayat itu, dong?

Lalu, bicara tentang nasib, bagaimana caranya mengubahnya menjadi lebih baik?

Bukankah Allah telah menjanjikan kepada orang yang bersyukur atas nikmat yang diberikan dengan tambahan karunia, sebagaimana Dia mengancam orang yang mengingkari nikmat dengan azab yang pedih?

Iya?

Nah, kalau kita mau mengubah nasib,  maka langkah awal adalah dengan bersyukur.

Alhamdulillah, begitu?

Bersyukur itu progresif bukan pasif.

Kondisi default adalah modal awal. Bagaimanapun mesti disyukuri. Inilah yang disebut dengan, “bersyukur dengan apa yang ada”.

Langkah berikutnya adalah mengoptimalkan modal awal tersebut, potensi dan asetnya, serta kelengkapan yang telah Allah berikan.

Dengan demikian bersyukur akan mendatangkan sebab sehingga Allah menambahkan nikmat kepadanya.

Langkah selanjutnya, tetaplah bersyukur. Yaitu mengakui bahwa kemampuan kita dalam mempergunakan nikmat Allah sejatinya adalah kehendak Allah juga.

Kalau tidak, ingatlah akan azab Allah yang pedih. Silakan lihat kisah pemilik dua kebun yang disebut pada QS 18:32-44 (quran.com/18/42-44).

Maka untuk mengubah nasib, kita mesti banyak bersyukur. Sebaik-baik ungkapan syukur adalah menjaga hak-hak Allah untuk diibadahi tanpa mempersekutukan Dia dengan sesuatu apapun.


madah sabar dan syukur

10 Mei, 2015

Nak,
Ketahuilah, sungguh menakjubkan perkara orang yang beriman. Ketika ia beroleh karunia, engkau dapati ia bersyukur. Ketika ia ditimpa musibah, engkau dapati ia bersabar. Syukur dan sabar itu kebaikan bagi orang beriman.

Nak,
Ketahuilah, syukur dan sabar itu ibarat dua sayap burung. Tidaklah seseorang itu bersabar jika ia tidak mampu bersyukur. Begitu pula, tidak akan engkau dapati orang yang bersyukur kecuali dia pasti bersabar.

Nak,
Ketahuilah, orang yang tidak mampu bersyukur dengan yang sedikit tidak akan pernah mampu bersyukur pada yang melimpah. Tentu saja, orang yang mampu bersyukur pada yang sedikit pastilah dia orang yang sabar.

Nak,
Ketahuilah, sungguh sulit bagi orang yang tidak sabar untuk mampu berterima kasih kepada orang lain. Padahal, tidak termasuk orang yang bersyukur kepada Tuhan apabila ia tidak bersyukur kepada makhluk.

Nak,
Ketahuilah bahwa Allah telah menjanjikan tambahan karunia bagi orang yang bersyukur. Sebaliknya mengancam orang yang ingkar dengan azab yang pedih. Sungguh tidak tahu diri orang yang tidak sabar, ia telah jatuh pada pengingkaran.

Nak,
Ketahuilah, syukur dan sabar itu adalah hadiah. Jika kita berupaya untuk bersyukur, Allah pasti menghadiahkan rasa syukur. Demikian juga jika kita berusaha untuk bersabar, Allah pasti menjadikan kita sebagai penyabar.

Nak,
Ketahuilah, hadiah apapun tidak bisa diperoleh tanpa upaya. Dan setiap upaya akan selalu menemui kesulitan. Setiap kesulitan akan mengundang keluh kesah dan putus asa. Kecuali jika kita bersabar.

Nak,
Ketahuilah bahwa bersama kesabaran itulah akan datang pertolongan. Jalan keluar itu pasti ada setelah melalui kesulitan. Sungguh, bersama kesulitan pasti tersedia kemudahan.

Nak,
Ketahuilah, tidak akan ada ruginya bagi yang bersabar. Pahalanya tidak terhitung, bahkan Allah menyertai orang yang bersabar. Maka bersyukurlah, apabila beroleh kesabaran itu.

(@nd, 21071436)

View on Path


berjuang tanda syukur

24 April, 2015

عن عائشة رضي الله عنها أن النبي صلى الله عليه وسلم كان يقوم من الليل حتى تنفطر قدماه، فقلت له‏:‏ لم تصنع هذا يا رسول الله، وقد غفر الله لك ما تقدم من ذنبك وما تأخر‏؟‏‏!‏ قال‏:‏ ‏ “‏ أفلا أحب أن أكون عبداً شكوراً‏؟‏‏”‏
‏(‏‏(‏متفق عليه‏.‏ هذا لفظ البخاري، ونحوه في الصحيحين من رواية المغيرة بن شعبة‏)‏‏)‏

Dari Aisyah radiyallahu anha bahwa Nabi sallallahu alaihi wasallam pernah berdiri (salat) pada sebagian malam sampai kulit kakinya pecah-pecah.

Maka aku berkata: Mengapa Anda melakukan ini, wahai Rasulullah, padahal Allah telah mengampuni Anda pada dosa-dosa yang telah lalu maupun yang akan datang?!

Beliau bersabda: “Apakah tidak boleh, aku menjadi hamba yang bersyukur?”

(Muttafaqun alaihi)‏

sunnah.com/riyadussaliheen/1/98

View on Path


ihwal syukur

11 Maret, 2015

Menghabiskan makanan yg tersedia di piring kita adalah bentuk rasa syukur yang menjadi salah satu sebab bertambahnya karunia Allah kepada kita.

Sebaliknya, kebiasaan menyisakan atau membuang-buang makanan menjadi sebab kita tidak peroleh keberkahan, malahan boleh mendatangkan azab.

View on Path


3 macam harta yang bernilai

25 Februari, 2015

ليتخذ أحدكم قلب شاكرا، و لسانا ذاكرا، وزوجة مؤمنة، تعين أحدكم على أمر الآخرة.

رواه الترمذي و أحمد وابن ماجه

“Hendaklah kalian memiliki hati yang bersyukur, lisan yang berzikir, istri yang beriman yang menolong kalian pada urusan akhirat.”

Diriwayatkan oleh At-Tirmizi, Ahmad, dan Ibnu Majah.

View on Path


rukun syukur nikmat

2 Januari, 2015

Di antara ciri orang yang beriman adalah mensyukuri karunia Allah. Tidaklah terpenuhi syukur nikmat kecuali dengan 5 hal:

1. Mengakui bahwa nikmat adalah nikmat. Tidak banyak mengeluh. Melihat kondisi orang lain yg kekurangan sehingga mampu melihat karunia yg ada padanya.

2. Mengakui bahwa semua karunia sejatinya berasal dari Allah, bukan dari upaya atau kepandaiannya sendiri. Meyakini bahwa Allah akan menambah karunia-Nya kepada orang yg bersyukur.

3. Mengakui jasa orang-orang yg berjasa kepada dirinya. Bahwa apa yg ada padanya ia peroleh melalui perantaraan manusia. Berterima kasih kepada manusia yg telah berjasa tak lain adalah bentuk syukur kepada Allah.

4. Mempergunakan karunia yg ada padanya untuk hal-hal yg bermanfaat. Bukan untuk bermaksiat kepada Allah atau berbuat dosa.

5. Menceritakan nikmat yg ia peroleh kepada orang lain sebagai bentuk syukur. Bukan untuk sombong atau riya.

Intisari khutbah jumat di MPR Yogyakarta, khatib Ust. Aris Munandar hafizhahullah. – at Masjid Pogung Raya

View on Path


tentang sia-sia

26 Desember, 2014

Menagih simpati dari manusia, hanyalah kesia-siaan belaka.

View on Path


bersyukur

21 November, 2014

“Barang siapa yang tidak berterima kasih kepada manusia, maka ia tidak bersyukur kepada Allah.” – at Gran Meliá Jakarta

View on Path


ucapan terima kasih

11 Agustus, 2014

ketika Tsuraya mengucapkan doa atas kebaikan dari sang adik, Athiya membalas dengan “wa aya kum”. Kami pun terheran,

“Tidak bersyukur kepada Allah seorang yang tidak bersyukur kepada manusia.” (HR. Abu Daud)

Hadits tersebut adalah salah satu acuan bagi kami untuk mengajarkan adab kepada anak-anak. Setiap perbuatan baik yang kita terima dari orang lain berhak mendapatkan balasan. Bukan sekadar untuk membalas budi melainkan sebagai wujud syukur kepada Allah.

Seandainya tidak mampu membalas perbuatan baik tersebut, maka sebagai muslim wajib mendoakan agar Allah melimpahkan kebaikan kepadanya. Sebagaimana hadits berikut:

“Barangsiapa yang dibuatkan kepadanya kebaikan, lalu ia mengatakan kepada pelakunya: “Jazakallah khairan (semoga Allah membalasmu dengan kebaikan), maka sungguh ia telah benar-benar meninggikan pujian.” (HR. Tirmidzi)

Doa ini tentu jauh lebih baik dari apapun. Oleh karenanya disarankan untuk membalasnya dengan kalimat serupa atau menyingkat dengan kalimat: “waiyyakum (begitupula dengan kamu)”.

Ketika Athiya, 3 tahun, diberi kebaikan oleh kakaknya, Tsuraya, 6 tahun, sebagai pengganti ucapan “terima kasih”, kami mengajari dia dengan ucapan doa “jazakallahu khairan”. Sang kakak membalas ucapan itu dengan kalimat “waiyyakum”.

Tetapi ketika Tsuraya mengucapkan doa atas kebaikan dari sang adik, Athiya membalas dengan “wa aya kum”. Kami pun terheran, kemudian tertawa.

Barangkali Athiya mengira, kalimat “wa-iyya-kum” itu ditujukan untuk dirinya: Iyya (singkatan namanya). Sehingga ia mengucapkan “wa-aya-kum” kepada kakaknya: Aya (singkatan nama Tsuraya).

🙂

maraji’:
http://www.dakwahsunnah.com/artikel/tanyajawab/241-terima-kasih-atau-syukran-atau-jazakallah-khairan


%d blogger menyukai ini: