antara disposisi dan dispose

31 Mei, 2008

dalam surat menyurat internal kantor ada beberapa istilah yang dikenal: nota, memorandum, dan disposisi. kesemuanya sama fungsinya yaitu menyampaikan informasi ke dalam organisasi. biasanya nota dikirim oleh bawahan kepada atasan, memorandum dikirim antara fungsi bidang, sedangkan disposisi dikirim oleh atasan kepada bawahan. surat menyurat internal ini diperlukan sebagai bukti tertulis dari sebuah perintah, informasi maupun tanggapan. dan memiliki dampak psikologis tertentu pada penerimanya.

[baca selanjutnya ya]


semua jadi macet :p

15 Februari, 2008

ternyata tidak ada perubahan yang signifikan selama 3 bulan di jalur busway (baca posting 3 bulan lalu di sini). semua koridor kecuali koridor I, bebas dari lancar alias macet selalu.

menjadi polantas atau dishub yang ditugaskan di jalanan tentu sangat pusing dengan kelakuan pengguna jalan yang menyerobot jalur busway. terpaksalah mereka mengatur supaya jalanan tetap lancar dengan mengorbankan penumpang bus transjakarta. bayangkan saja mereka harus berkutat dengan becek dan hujan kadang-kadang panas terik, sementara para pemakai kendaraan pribadi asyik menggerutu dalam belaian AC tanpa perlu kepanasan atau kehujanan.

yang perlu jadi perhatian adalah kemana moral para pengendara mobil pribadi yang menyerobot jalur busway? pengennya sih gak mau macet dengan masuk jalur busway. tetapi ulah mereka malah membuat macet jalur busway. mengapa jalur busway bisa lebih macet daripada jalur biasa? karena jalur busway hanya menyediakan satu lajur, sedangkan jalur biasa lebih dari dua lajur. selain itu jalur busway dibatasi oleh separator sehingga menyulitkan pengguna melakukan manuver salip menyalip yang sangat mudah dilakukan di jalur biasa.

apakah para penyerobot jalur busway itu tidak menyadari bahwa mereka telah bersalah berlipat-lipat? pertama, menyerobot jalur busway adalah pelanggaran karena ada tanda verboden dengan tulisan “kecuali busway”. kedua, menyerobot membuat macet jalur busway sehingga bus transjakarta tidak bisa mengantar penumpangnya secara cepat sesuai harapan mereka. ketiga, menyerobot adalah mengutamakan kepentingan pribadi daripada kepentingan umum dan ini merupakan kesalahan. keempat, para penumpang busway menggerutu dan menyumpahserapahi ulah para penyerobot, membuat orang kesal adalah sebuah kesalahan. kelima, para penyerobot berpikir akan lancar tetapi malah membuat macet, ini jelas kesalahan strategi :p.

siapa lagi yang mau menambahi daftar kesalahan?


ketika tanda verboden kehilangan makna

9 Januari, 2008

tanda verboden adalah salah satu rambu lalu lintas yang berbentuk lingkaran yang dicat warna merah dengan strip putih horizontal di tengahnya yang bermakna: dilarang masuk.

penempatan tanda ini pada jalur lalu lintas dapat dimaksudkan untuk memilah kendaraan mana saja yang boleh atau tidak boleh melalui jalur tersebut. tanda ini juga dapat ditempatkan pada pintu-pintu ruang atau akses masuk suatu tempat supaya tidak dapat dimasuki atau dilalui orang maupun kendaraan.

pada setiap persimpangan jalur busway dengan jalur umum akan mudah ditemui tanda ini terpasang di mulut jalur ditambah dua kata: KECUALI BUSWAY. itu berarti yang boleh melaju di atas jalur busway hanyalah bus transjakarta busway. namun ketika ada spanduk putih milik polisi terpasang bertuliskan: “sepeda motor dilarang masuk jalur busway” ambruklah semua tiang tanda verboden itu karena apabila hanya sepeda motor yang tidak boleh memasuki jalur busway, membuka peluang bagi kendaraan umum lainnya dan mobil pribadi untuk menyumbang kemacetan di jalur busway padahal niatnya pak gubernur terdahulu mengurangi kemacetan dengan membangun busway.


kasus bullying dan pemberitaan lebay

15 November, 2007

(belajar dari kasus geng di sman 34) 

sejak kasus sman 34 jadi headline kompas minggu 11 november 2007 lalu, milis-milis dan forum online yang dikelola oleh alumni dan siswa sman 34 ramai dengan thread diskusi. ada yang bertanya-tanya, ada yang mengecam, dan ada yang mencoba mengurai permasalahan, ada yang mencoba mengklarifikasi, bahkan ada yang bersaksi mengenai kejadian sebenarnya berdasarkan apa yang diketahui. tentu saja hal itu bermanfaat bagi keluarga alumni sman 34 karena mendapat informasi yang lebih valid daripada informasi berlebih-lebihan yang terdapat di media massa.

terus terang, pemberitaan “lebay” (baca: berlebih-lebihan) oleh media massa lebih sering berasal dari pihak “korban”, namun sedikit sekali yang berasal dari pihak “pelaku” atau counter part-nya. pemberitaan tidak seimbang akan membuat opini yang tidak sehat dan cenderung pointing finger kepada tersangka. padahal belum tentu semua yang diungkapkan oleh “korban” adalah kenyataan di lapangan. karena “korban” sendiri secara sadar lebih tepat menjadi korban dari persepsi dirinya sendiri atau pelapor (yang notabene adalah ayah “korban”).

ayah mana yang tak tergerak untuk melaporkan kepada pihak berwajib apabila menemukan keganjilan pada anaknya? tentu saja ini wajar. namun jika harus menjadi berita nasional yang dampaknya memperburuk citra sekolah, walaupun pada awalnya “hanya” berniat mengungkapkan adanya “geng” dan “kenakalan” remaja siswa sman 34 (dimana anaknya bersekolah), tentu saja ini menjadi berlebihan. apalagi dengan kelakuan aneh para pencari warta, yang pengen denger sendiri kesaksian “korban” akhirnya malah menjadi bumbu penyedap yang bikin gerah para alumni sman 34.

akhirnya ada beberapa alumni sman 34 menjadi informan para pencari warta, dengan maksud bermacam-macam. tentu saja “kepedulian” seperti ini diperlukan untuk mengembalikan citra positif sman 34. namun bukan aneh apabila ada saja oportunis yang justru memperburuk keadaan dengan membongkar kisah yang seharusnya hanya jadi “rahasia keluarga”. tanpa sadar pemberitaan yang semakin heboh ini menjadi perbincangan berbagai kalangan yang lebih luas, memperburuk keadaan dan tentu saja akan menguatkan eksistensi kepopuleran “korban” dan ayahnya.

dengar-dengar, gubernur dki akan makan es campur (baca: mendukung) “pembasmian” geng yang ada di sman 34 itu. waduh! benar-benar “lebay” !!!

apakah pak gubernur yang terhormat sudah selesai dengan program 100 hari mengatasi kemacetan dan banjir?

lalu apa langkah selanjutnya untuk kasus ini?
perilaku “kriminal” para tersangka memang patut ditindak secara hukum, namun asas peradilan yang berimbang harus mendampingkan para tersangka dengan bantuan hukum supaya mereka mendapat keadilan dari “fitnah” (baca: bumbu-bumbu berita) yang disebarkan media.

perlu ketegasan dari pihak sekolah mengenai sikap mereka menghadapi kasus semacam ini. sudah seharusnya pihak sekolah membangun kembali komunikasi yang baik dengan siswa. terus terang, munculnya geng dan kelakuan aneh siswa dapat saja dipicu oleh kebijakan sekolah yang menuntut teralalu banyak dari siswa, sedangkan potensi siswa sebenarnya tidak diapresiasi dengan baik oleh sekolah.

perlu dukungan lebih baik dari alumni sman 34 yang masih peduli untuk melakukan langkah nyata dalam memperbaiki “kaderisasi” kebaikan kepada para siswa sman 34 dan membangun komunikasi yang baik dengan pihak sekolah, bahwa: “ini lho, para alumni berniat baik dan mendukung sekolah”.

perlu kebijaksanaan para orang tua siswa untuk melihat permasalahan lebih komprehen. bangun komunikasi yang positif dengan anak-anak mereka, sehingga tidak perlu “menunggu” tiga bulan untuk mengendus “keganjilan” perilaku anaknya. tindakan represif ortu kepada anaknya dapat menjadi sikap bullying, karena memaksa anak menuruti kehendak ortu. padahal secara fisik dan kejiwaan, usia sma sudah bukan anak-anak lagi, tetapi orang dewasa yang memiliki pemikiran dan pilihan sendiri. di sinilah peran ortu untuk mengarahkan, bukan memaksakan, supaya perjalanan hidup anaknya lebih mengarah positif dan bermakna.

terakhir, perlunya menghentikan ulah para pencari warta dalam membesarkan kasus internal keluarga sman 34 ini. karena ulah mereka sama sekali tidak menyelesaikan permasalahan, justru memperburuk keadaan. serahkan saja kepada pihak-pihak yang “bertikai” untuk berdamai. toh mereka bukan selebriti, selebriti seperti Roy Marten saja butuh privasi apalagi para pelaku kasus ini?

ah, tulisan ini hanya segelintir pemikiran dari seorang alumni sman 34.
[andi]


semua gak mau macet! (2)

13 November, 2007

petrol4.gif 

kemacetan di jakarta dan kota-kota besar lainnya adalah keniscayaan bagi negara berkembang. perlu kesabaran dan ketekunan dalam mengatasinya. dan terlebih lagi, perlu dukungan dari masyarakat kota tersebut untuk bekerja sama menyelesaikan masalah dengan arif bijak, bukan dengan menentang kebijakan pemkot.

tetapi kita tidak bisa bilang kemacetan hanya menjadi tanggung jawab pemkot. perlu penyelesaian lebih global melalui kacamata pemerintah pusat. kalau saja para wakil rakyat itu banyak berkoar solusi yang aneh-aneh. saya yang cuma anggota masyarakat punya sebuah solusi: kebijakan BBM.

BBM adalah darah bagi kendaraan dan industri, kebijakan BBM yang bersubsidi jelas tidak membuat masyarakat lebih arif menyikapi kenaikan harga minyak dunia. buktinya mereka tetap adem ayem meluncurkan mobil di jalan-jalan kota besar yang sarat kemacetan untuk arisan membuang energi besar-besaran.

dalam Republik Mimpi, dikatakan bahwa menaikkan harga BBM menyebabkan peningkatan kemelaratan 100 juta penduduk. Ya jelas kalau itu dipukul rata. seharusnya kebijakan BBM bersubsidi harus lebih mengena.

Subsidi BBM jika diterapkan hanya untuk industri, kendaraan umum, kota-kota kecil, daerah terpencil akan memberi jawaban yang pasti akan mengurangi kemacetan secara drastis. Karena masyarakat akan memilih penggunaan transportasi umum daripada pribadi. Bayangkan jika sebuah mobil yang dapat diisi 8-10 orang hanya ditumpangi seorang saja, sedangkan sebuah bus dapat diisi 60-80 orang, atau sebuah gerbong kereta dapat diisi hingga 100 orang.

Cukup tinjau ulang subsidi BBM, insya Allah kemacetan teratasi, masyarakat akan lebih bijak menggunakan kendaraan pribadi dan memilih transportasi umum untuk bepergian. kemudian tugas pemerintah selanjutnya adalah membuat kebijakan transportasi massa yang aman dan nyaman 🙂

bacaan sebelumnya


semua gak mau macet!

13 November, 2007

011.gif 

sebagai pelanggan busway, tentu saja sangat senang kehadiran busway menghindarkan diri dari kemacetan karena busway menggunakan jalur sendiri (yang asalnya mengambil jalur cepat milik kendaraan roda empat lainnya). namun ternyata kehadiran ini tidak disambut gembira bagi pengendara roda empat lainnya, karena jalur mereka menjadi lebih sempit. dan berbagai kesalahan ditimpakan ke muka busway, jangan atasi masalah dengan masalah dong! begitu kata orang-orang bermobil.

gubernur dki yang baru dalam program 100 hari pertamanya untuk mengatasi kemacetan adalah diantaranya dengan membolehkan penggunaan jalur busway yang belum beroperasi untuk dilalui kendaraan. tetapi kebijakan ini gebyah uyah… semua jalur busway yang sudah beroperasi pun (kecuali Koridor I) jadi korban penyalahgunaan kebijakan pak gubernur.

waktu tempuh 20 menit ke kantor pun terpaksa jadi 1 jam lebih gara-gara jalur busway dimakan sama kendaraan lain. sementara polisi mempersilakan mereka masuk ke jalur busway, dishub dki bersusah payah mengalihkan mobil yang masuk untuk keluar dari jalur busway.

ada ketidakadilan polisi, dimana mereka sangat menjaga peraturan lalin di jalur Koridor I(Blok M-Sudirman-Thamrin-Kota), karena jalur itu merupakan jalur percontohan, menilang pengendara motor yang masuk ke jalur mobil, mengusir mobil yang masuk ke jalur busway. tetapi penindakan terhadap pelanggar lalin di jalur koridor lainnya sama sekali “anget-anget tahi ayam”.

semua gak mau macet, tetapi kalau busway yang diperuntukkan sebagai solusi, tolong jangan dipermasalahkan dong!


ketabrak bus, salah siapa?

17 April, 2007

tempo
sindo
kompas
detikcom

Assalamualaikum,

Dua hari ini saya naik bus transjakarta koridor 6 untuk berangkat ke kantor. Untuk seorang buruh yang jam kerjanya 7-16 seperti saya, berangkat lebih pagi menjadi sebuah keniscayaan. Apalagi kondisi Jakarta yang sulit bebas dari kemacetan. Selama masih mengendarai sepeda motor, saya masih boleh bertoleransi untuk berangkat jam 06.00, namun sejak menumpang kendaraan umum, paling lambat saya harus berangkat jam 05.40 supaya tidak terkena macet dan dapat tiba di kantor tepat waktu. Ternyata sebelum jam 07.00 tiket bus transjakarta yang harus dibayar hanya Rp2000 saja (di atas jam 07.00 harga tiketnya Rp3500).

Saya sadari bus transjakarta sangat bermanfaat bagi saya dan penumpang lainnya, karena tidak perlu menghadapi kemacetan sehingga waktu tempuh lebih cepat daripada menggunakan jalur biasa. Ketertiban menjadi syarat untuk menumpang bus transjakarta, seperti naik dan turun di halte yang ditentukan, menggunakan jembatan penyeberangan atau zebra cross, antri ketika membeli tiket dan masuk bus. Dari dalam bus, saya dapat melihat wajah-wajah pengendara mobil pribadi dan pengendara sepeda motor yang kelelahan dan putus asa menghadapi kemacetan. Terlebih lagi pada penumpang angkot dan bus reguler.

Saya mencoba menelusuri penyebab kemacetan sambil menikmati pemandangan dari dalam bus. Ada beberapa hal yang menyebabkan kemacetan, dan dari dalam bus transjakarta, semuanya jadi kentara sekali.

  1. mobil pribadi: selain ukurannya lebih besar daripada sepeda motor, dapat ditemukan di ruas jalan non 3 in 1 bahwa kebanyakan mobil hanya ditumpangi seorang saja yaitu si pengendara mobil. Sebuah lajur yang lebarnya cukup untuk 2 mobil hanya menampung 2 orang saja, padahal sebuah kendaraan umum dapat menampung lebih dari 5 orang. Sebuah mobil berukuran 2 buah sepeda motor, sehingga sebuah mobil mengambil jatah untuk 2-4 penumpang.
  2. sepeda motor: banyak yang mempersalahkan sepeda motor sebagai biang kemacetan, padahal ukurannya tidak seberapa dibanding mobil pribadi. Namun volume sepeda motor saat ini memang banyak sekali. Slogan anti macet membuat pengendara sepeda motor dapat melakukan manuver untuk membebaskan diri dari kemacetan. tapi manuver tersebut malah bikin kondisi macet tambah parah. (ketika saya berkendaraan sepeda motor, saya juga sering dibuat kesal oleh pengendara motor lainnya)
  3. angkot dan bus reguler: sebagai angkutan umum, mereka patut diacungi jempol karena dapat mengangkut lebih banyak orang sehingga bodi besar pun tidak jadi masalah. Hanya saja perilaku pengemudi dan penumpangnya yang seenaknya menghentikan angkot/bus dimana saja dapat menimbulkan kemacetan. Padahal untuk angkutan umum reguler sudah disediakan halte bus, namun kurang terpakai.
  4. pejalan kaki: mau tidak mau pejalan kaki bisa jadi sumber kemacetan, apalagi jika jumlahnya banyak, hehehe…. Para pejalan kaki adalah pengguna jalan yang biasanya menggunakan trotoar untuk berjalan, tetapi jika trotoar difungsikan sebagai tempat berjualan, maka pejalan kaki terpaksa menggunakan bahu jalan dan membuat macet. Untuk menyeberang jalan sudah disediakan zebra cross atau jembatan penyeberangan, tetapi jarang sekali pejalan kaki yang memanfaatkannya. mereka lebih senang melintas di arus lalu lintas yang memaksa pengendara mobil atau motor menghentikan kendaraan mereka untuk menyilakan mereka menyeberang, dan terjadilah macet. Padahal itu bukan kewajiban pengendara dan bukan hak penyeberang jalan. Menyeberang tidak pada tempat yang disediakan berpotensi menyebabkan kecelakaan.
  5. lampu merah, kecelakaan, pengalihan jalur dan penyempitan jalan karena pekerjaan proyek menjadi sumber lain kemacetan.

Perilaku pengguna jalan menjadi sumber utama kemacetan dan masalah lalu lintas lainnya… itulah kesimpulan kasar yang saya buat selama menumpang bus transjakarta pagi ini.

Jadi, kalau ketabrak bus, salah siapa?


ketika FPI menolak pembongkaran

14 Maret, 2007

http://www.metrotvnews.com/berita.asp?id=34999

Dari berita di Metro TV ini diperoleh informasi bahwa aparat yang akan membongkar lokasi usaha Yayasan Al-Kautsar (YAK) dihadang oleh massa FPI. Berita ini menjadi perhatian saya, karena selama ini massa FPI identik dengan aksi perusakan lokasi usaha mesum dan esek-esek, sehingga membuat FPI dicap sebagai golongan perusak. Namun pada berita ini, malah FPI menghadang aksi pembongkaran oleh aparat.

YAK mendirikan lokasi usaha, terutama gelanggang Futsal di Jl. M Kahfi I, Jagakarsa. Beberapa waktu lalu usaha ini sangat laku keras, banyak pelajar dan masyarakat yang memanfaatkan fasilitas ini dengan baik dan nyaman karena rancangan lay outnya yang modern dan asyik. Usaha ini tentu saja menguntungkan, dan bisa menjadi pemasukan yang cukup besar bagi yayasan yang kabarnya membina pesantren dan anak-anak yatim piatu itu. Namun usaha ini tidak berjalan lama, karena ijin usaha sampai kemarin (12-Mar-07) belum diberikan oleh pemerintah kota jaksel dengan alasan menyalahi fungsi kawasan.

Dalam berita disebutkan bahwa perundingan buntu dan akhirnya FPI dengan sukarela secara simbolis membongkar bangunan yang telah mereka dirikan. Pernyataan ini membuat premis bahwa ada kaitan yang langsung antara YAK dengan FPI (walaupun secara dugaan sudah terkemuka di awal tulisan).

Bisa jadi YAK adalah yayasan yang dibuat oleh FPI untuk menunjang agenda dakwahnya, tentu saja dakwah amar makruf nahyi munkar. Hal ini menjadi penting karena selama ini lebih mudah bagi kalangan tertentu merusak fasilitas yang buruk daripada membangun fasilitas yang lebih baik. FPI boleh dikata telah berusaha membangun fasilitas kebaikan dengan YAK dan Gelanggang Futsalnya, dan ini adalah langkah maju yang harus mendapat apresiasi.

Dari Kampung Kandang hingga Tanahbaru, akan mudah sekali terlihat bahwa sepanjang jalan M Kahfi I ditempati oleh berbagai macam usaha, di antaranya pengrajin kayu, mebel, pombensin, minimarket, toko buah-buahan, pabrik konveksi, toko bahan bangunan dan klinik. Berbagai macam usaha itu sudah sejak lama menjalankan usahanya di sana. Kejelian YAK membangun gelanggang futsal terbukti dengan banyaknya pelanggan yang datang dan bermain futsal, oleh karenanya YAK mengurus perijinan usaha sambil membangun dan menyelenggarakan usahanya itu.

Alangkah aneh jika kemudian YAK tidak diberikan ijin karena menyalahi fungsi kawasan yang katanya seharusnya untuk perumahan itu.
Apakah ada sentimen tertentu? Tanya kenapa?


pinky day dan macet!

11 Februari, 2007

habis sowan ke open house architecture UI di kampus, lalu salat zuhur di masjid UI, rencananya ke Carrefour ITC Depok, beli sesuatu buat raka. alhamdulillah raka sudah gembira lagi hari ini setelah kemarin seharian sakit dan gak mau makan.

sampai perjalanan di depan hotel bumi wiyata, lalu lintas lancar terkendali, mendekati depok mall, macet, dan macet… terlihat beberapa abege berpakaian merah muda, tak hanya cewek, cowok juga banyak yang pinky. untuk yang berkerudung, ga ketinggalan kerudungnya pun pinky, ah….

ternyata sampai di depan depok mall, tak cuma beberapa, ratusan abege pinky tumpah dari mulut mall, memenuhi jembatan penyeberangan dan juga jalan raya… macet! terus berlanjut sampai plaza depok depan terminal depok, macetnya masya Allah… generasi pinky itu juga ada di sana…

ah, kalau berbelok ke carrefour, namanya cari mati, sudah panas dan kegerahan, akhirnya putuskan untuk pulang, tidak berbalik arah, tetapi mengambil jalan dari depok lama ke arah sawangan. sampai rumah, subhanallah… capek banget.

kalau untuk merayakan hari kasih sayang sampai mengorbankan begitu banyak bensin… dan coklat :),…. apakah masih layak disebut kasih sayang? 😦

 


menikmati segarnya udara jakarta

11 Januari, 2007

Ketika saya ditanya, “mengapa musim hujan terhenti?”, saya tertegun sejenak menyadari bahwa sudah lebih dari dua minggu Jakarta tidak diguyur hujan, tepatnya sejak Natal 2006 yang lalu. Cuaca selama itupun sangat cerah, siang hari dapat terlihat jelas langit biru, awan putih dan pemandangan yang sangat jelas dari jendela ruanganku yang terletak di lantai empat belas gedung kantor. Udara sangat bersih, bebas debu dan polusi. Sedangkan di malam harinya dapat menikmati bintang-bintang yang sinarnya menembus ruang dan waktu, dan bulan yang cahayanya tak terhalang mendung. Benar-benar kondisi yang sangat mahal untuk suasana di Jakarta.

Sayapun membuat analisis kecil-kecilan, bahwa pada akhir tahun 2006 dan awal tahun 2007 ini begitu banyak hari libur, Natal, Idul Adha, Tahun Baru ditambah dengan liburan semester anak sekolahan. Kondisi ini juga membuat orangtua dari anak-anak yang bersekolah mengambil cuti untuk menemani keluarga berlibur. Dengan begitu volume penggunaan kendaraan bermotor di jalan raya di Jakarta pun berkurang, hal ini mengurangi jumlah pencemaran udara akibat asap kendaraan bermotor dan membuat langit cerah, udara bersih, dan segar tak tercemar.

Sebaliknya, pada hari-hari biasa para pekerja yang memiliki kendaraan bermotor memenuhi ruas-ruas jalan raya dan menimbulkan kemacetan di mana-mana, belum lagi ditambah dengan tekanan batin (baca: stress) akibat kemacetan justru sering menambah keruwetan, dan juga anak-anak bersekolah sehingga jumlah penggunaan kendaraan bermotor di jalan raya bertambah. Hal ini masuk akal, karena anak-anak sekolah itu pergi ke sekolah dengan mengendarai sendiri atau diantar oleh ortu maupun sopirnya. Semua kendaraan bermotor itu memroduksi pencemaran udara.

Mengapa anak-anak di masa sekarang pergi ke sekolah dengan kendaraan pribadi? Begitu banyak alasan yang dapat dibuat, di antaranya kekhawatiran ortu terhadap keamanan anaknya di jalan, jauhnya jarak sekolah dari rumah, kenyamanan berkendaraan pribadi karena kalau naik kendaraan umum berpeluh dan berpolusi, dan sebagainya. Padahal jika mau kilas balik ke masa di mana kendaraan pribadi masih sedikit, atau jika mau berkaca kepada negara yang penduduknya memilih berjalan kaki, berkendaraan umum atau naik sepeda, semua alasan tadi perlu dipertanyakan lagi. Ini sebab akibat, seperti mempermasalahkan mana duluan ayam dengan telur.

Jika kita sendiri memiliki niat memperbaiki udara kota Jakarta tidak hanya bersih di saat liburan tetapi sepanjang waktu, tentu saja kita harus mendukung program langit biru dengan mengurangi keseringan kita menggunakan kendaraan pribadi dan memilih kendaraan umum, karena terus terang jika kita telusuri yang menjadi sumber kemacetan adalah kendaraan pribadi, kendaraan umum hanya menjalankan tugasnya mengantar penumpang dan mereka mendapatkan upah dari pekerjaannya itu, sedangkan kendaraan pribadi hanya memuaskan pemiliknya saja.

Upaya penjernihan udara Jakarta sudah dimulai beberapa elemen masyarakat baik secara pribadi, kelompok maupun pemerintahan, misalnya dengan menanam pohon di rumah masing-masing, bersepeda ketika berangkat ke kantor, dan busway. Saya berpikir, ketika semua orang mau menggunakan fasilitas umum, ketika pemerintah mau menyediakan fasilitas umum yang memadai dan nyaman untuk digunakan masyarakat, dan semua bekerja sama untuk membersihkan langit Jakarta dari polusi, insya Allah kesegaran udara Jakarta bukan lagi impian di saat liburan 

Pagi ini, dari balik jendela ruangan kantor saya sudah mulai terlihat lagi asap hitam yang menghalangi pemandangan indah pegunungan di timur dan selatan Jakarta serta pemandangan gedung-gedung perkantoran dan hotel di sebelah utara dan barat. Ah, ternyata para pekerja yang cuti sudah mulai kembali masuk kerja, dan senin besok anak-anak sekolah di Jakarta mulai meramaikan lalu lintas. Itu semua berarti saya harus kembali berangkat lebih pagi untuk menghindari kemacetan.

Kembali ke pertanyaan di awal tulisan, saya menjawab, “yang ditanya tidak lebih tahu daripada yang bertanya, mungkin Allah menghendaki kita dapat menikmati suasana indah kota Jakarta sebelum kita kena tekanan batin oleh keruwetannya lagi.”

[lesson on 11012007]
happy birthday to dober, keep in faith bro!


%d blogger menyukai ini: